EKBIS.CO, JAKARTA-–Pjs Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin Nasution mengatakan wacana pajak khusus perbankan mentah di pertemuan bank sentral dan negara anggota G-20, di Busan, Korea, pekan lalu. Kesepakatan yang diambil adalah wacana pajak khusus untuk antisipasi itu hanya dibahas tetapi tidak akan diberlakukan untuk semua negara anggota.
‘’Pajak terhadap sektor keuangan itu usul Amerika. Ini isu yang paling tidak sama di antara para anggota,’’ kata Darmin, Jumat (11/6). Dari nama saja, ujar dia, terus berubah. Yaitu dari semula disebut sebagai pajak khusus, kemudian belakangan disebut sebagai kontribusi sektor keuangan terhadap risiko ketika ada pengucuran dana talangan di suatu negara.
Apalagi, tambah Darmin, beberapa negara termasuk Indonesia sudah memiliki lembaga penjamin simpanan (LPS). ‘’Akhirnya kesepakatannya adalah, ‘sudahlah kita boleh bicarakan ini tapi jangan sampai berpikir mau buat kebijakan yang berlaku buat semua’. Karena tak bisa begitu,’’ kata dia.
Darmin mengatakan wacana pajak khusus ini memang memiliki kelebihan dan kekurangan. ‘’Indonesia cenderung bicarakan ini lebih moderat. Kami mau bicarakan ini tapi tolong diingat kami punya LPS,’’ ujar dia.
Jangan sampai, kata Darmin, wacana ini justru akan menjadi tambahan beban bagi perbankan. Karena jika itu terjadi, maka cost of credit akan naik. ‘’Amerika sendiri belum pernah menggambarkan seperti apa persisnya, seberapa besar. Diskusinya sangat awal,’’ kata dia.
Dalam pertemuan itu, ungkap Darmin, diskusi mengenai wacana tersebut menegaskan negara yang sudah memiliki LPS harus berbeda dengan negara yang tak punya LPS. ‘’Karena sesungguhnya bank sudah dipungut dan dikumpulkan uangnya (oleh LPS). Jadi kalau ada sesuatu dengan bank dan harus di-bail out, ya seperti Century, dibayar dengan itu,’’ tambah dia.