EKBIS.CO, SOLO--Pengusaha batik kelas menengah bawah di Solo, Jawa Tengah, terancam gulung tikar akibat kian mahalnya harga bahan baku berupa kain mori dan lilin. "Persedian kain mori dan lilin di pasar tak ada masalah asalkan ada uang, namun harga mori dan lilin membubung tinggi," kata Bambang Slameto, pemilik perusahaan usaha batik Merak Manis di Laweyan, Solo, Rabu (1/12).
Jadi, menurut dia, bagi pengusaha kelas menengah ke bawah jelas tidak mungkin bisa mengikutinya akibat keterbatasan modal usaha. Sekarang ini pengusaha batik yang ada di sentra batik Laweyan sudah banyak yang mengurangi produksinya karena tidak mampu membeli bahan baku mori dan lilin.
Harga kain mori beberapa bulan lalu masih berkisar antara Rp5.600-Rp7.500/yard, sekarang menjadi antara Rp8.500-Rp10.000/yard. Harga lilin dari Rp15.000-Rp25.000/kg sekarang menjadi Rp25.000- Rp28.000/kg.
Perusahaan Batik Merak Manis yang memproduksi baju batik, seprei, taplak meja, dan lain-lain yang biasanya membutuhkan kain mori 100.000 yard/bulan sekarang berkurang tinggal 30 ribu yard/bulan. "Ketika bahan baku batik tersebut masih stabil. perusahaan kami setiap bulan mampu menyerap kain mori sebanyak 100.000 yard/bulan, tetapi sekarang tinggal 30.000 yard/bulan dan ini sudah cukup bagus karena terbatasnya modal," katanya.
Peningkatan harga bahan baku batik membuat perusahaan dengan berat hati meliburkan banyak karyawan. "Kami memang belum melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) bagi karyawan, tetapi kalau pengurangan jam kerja sudah dilakukan akibat dampak mahalnya harga bahan baku tersebut," katanya.
Di bagian produksi kain batik untuk sementara ini hanya masuk tiga kali setiap minggu, sebelumnya masuk setiap hari. "Situasi seperti ini kalau tidak cepat berakhir bukannya tidak mungkin para pengusaha batik kelas menengah ke bawah akan gulung tikar," katanya. Di tengah persaingan keras seperti sekarang, katanya, menaikkan harga jual secara tiba-tiba bukan pilihan bisnis yang tepat.