EKBIS.CO, JAKARTA-–Ikatan Pegawai Bank Indonesia (Ipebi) bersikukuh menolak konsep Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang kini tengah digodok bersama pansus DPR. Selain mengajukan konsep sendiri, Ipebi juga menyarankan amandemen UU BI terkait batas waktu pembentukan OJK. "Kami tak pernah diajak bicara lagi, setelah pergantian menteri (keuangan)," kata Ketua Umum terpilih Ipebi, Agus Santoso, Senin (6/12).
Padahal, menurut dia, BI adalah pihak yang paling terkait dan terdampak OJK. Mengeluarkan fungsi pengawasan perbankan dari BI, ujar Agus, bukanlah persoalan sederhana yang bisa disimplifikasi. "Pesan Ipebi jelas. Jangan jadikan UU sebagai alat legalitas untuk memaksakan kehendak, apalagi melanggar hak asasi manusia (HAM)," tegas dia.
Meski membantah ketidaksetujuan mereka karena persoalan kepegawaian, tapi Agus menyebutkan bahwa pelanggaran hak asasi manusia rentan terjadi jika terjadi pemaksaan pemindahan pegawai dari BI ke OJK. "Pemenuhan SDM OJK tidak boleh dilakukan dengan cara 'pemaksaan' bedol desa atau iming-iming gaji yang tak jelas maksudnya dan berpoteni memberatkan APBN," kata dia.
Ipebi juga menyoroti konsep OJK versi Pemerintah yang saat ini tengah dibahas bersama pansus DPR, rentan terhadap kejahatan keuangan. Pemusatan kekuatan sektor keuangan pada lembaga OJK, ujar Agus, berpotensi menimbulkan kejahatan pencucian uang, korupsi, dan rekayasa keuangan yang semakin sulit diberantas. "Apalagi jika penyidiknya berada dalam satu atap," kata dia.
Pemusatan kekuasaan sektor keuangan dengan OJK versi Pemerintah, ujar Agus, juga tak sesuai dengan konstitusi. "(Karena) akan mengakibatkan BI tidak mungkin mengemban amanat konstitusinya untuk menjaga inflasi dan nilai tukar," kata dia. Menurut Agus, yang dibutuhkan adalah OJK yang secara hukum dan praktek dapat memperkuat pelaksanaan tugas BI sejalan dengan konstitusi.
Ipebi pun menyatakan kesanggupan menyerahkan konsep OJK, sebagaimana diminta pansus OJK dalam pertemuan dengan Ipebi, Jumat (3/12). "Konsep pengawasan bank yang responsif terhaap perkembangan sistem keuangan ke depan dan sejalan dengan konstitusi, insya Allah kami akan sampaikan pada Jumat (10/12)," tuturnya.
Konsep yang diajukan adalah menempatkan OJK yang menangani pengawasan perbankan sebagai lembaga otonom di BI. Lembaga ini ada di bawah kendali Gubenur BI, tapi terpisah dengan dewan gubernur BI yang membawahi sistem pembayaran, moneter, dan stabilitas keuangan. Dewan komisioner pengawasan keuangan dalam lembaga ini, akan membawahi pengawasan bank dan pengawasan lembaga keuangan bukan bank (LKBB).
Dalam konsep ini, posisi ketua pengawas pasar modal berkedudukan sejajar dengan Gubernur BI dalam fungsi koordinasi. Ketua pengawas pasar modal ini membawahi dewan komisioner pasar modal, dengan jajaran pengawas pasar modal di bawahnya.
Menurut Agus, dengan konsep Ipebi ini, tak akan ada lagi persoalan terkait pemindahan aset dan SDM. Lembaga terpisah sebagaimana dimaksud UU BI pun, menurut dia tak harus diwujudkan dalam bentuk lembaga baru. Pemisahan antara lembaga keuangan dengan pasar modal, menggunakan pertimbangan sifat kegiatan. "Pasar modal itu kan spekulasi dan disclosure. Sementara kami (bersifat) prudent dan ada kerahasiaan," kata Agus.
Agus menambahkan, Ipebi meminta pembahasan RUU OJK tidak dilakukan terburu-buru. Konsep dalam pasal 34 UU BI, tegas dia, adalah produk enam tahun lalu. Banyak perkembangan telah terjadi. Menurut dia amandemen mengenai batas waktu pembentukan OJK akan lebih masuk akal, dibandingkan memaksakan OJK terbentuk akhir tahun ini. "Ditunda satu tahun menjadi 2011 agar bisa dibahas lebih hati-hati, itu lebih baik. Tapi terserah DPR soal berapa lama penundaannya," kata Agus.