EKBIS.CO, JAKARTA--Menteri Perindustrian MS Hidayat menilai gempa bumi dan tsunami di Jepang dapat mempengaruhi sejumlah program government to government di antara kedua negara. "Misalkan MPA (Metropolitan Priority Area, itu mungkin perundingannya saja bergeser, karena dari pemerintah disana JBIC atau Ministry of Economy, Trade and Industry (METI) karena prioritas untuk recovery program,"ujarnya di kantor Kemenperin, Senin (14/3).
Namun pergeserannya, lanjut Menperin, diperkirakan tidak akan membutuhkan waktu lama. Sementara kalau Business to Business, menurut Hidayat dampaknya tidak akan terlalu berdampak significan. "Kalau business to business semoga tidak terlalu signifikan, sebagai contoh, nanti malam masih menghadiri launch investasi baru Daihatsu senilai Rp 2 triliun untuk industri manufaktur baru sampai akhir semester I tahun ini, dan belum ada tanda-tanda pembatalan,"paparnya.
Hanya saja, untuk sejumlah proyek atau bisnis yang tergantung dari barang impor mesin-mesin dan komponen yang belum bisa dibuat di Indonesia akan cukup terpengaruh.
"Untuk sektor yang berpengaruh itu antara lain itu seperti otomotif, tapi tidak semua dan juga elektronik," kata dia.
Sementara untuk ekspor gas secara prinsip itu tidak akan terganggu. Mengingat mereka masih tetap membutuhkan suplai gas. Menurut Menperin membutuhkan setidaknya waktu 10 hari untuk melihat sejauh mana tingkat kerugian gempa dan tsunami di Jepang dan dampaknya kepada dalam negeri. "Saya kira memerlukan waktu, menurut saya sih setelah 10 hari, karena sebagaimana pengalaman kita dulu bisa ketahui duduk pesoalan akibat becana setelah 10 hari ato dua (2) minggu,"ujarnya.
Soal tim khusus untuk menilai sejauhmana dampak bencana itu kepada Indoneisia, Menperin akan mengusulkannya ke Menko Perekonomian. "Saya nanti akan usul ke Menko tapi itu kan akan lihat dari potret terakhir apa dampaknya,"jelasnya.