EKBIS.CO, JAKARTA -Asumsi bahwa Pemerintah Daerah tidak berperang penting dalam mengendalikan inflasi terbantahkan. Setidaknya itu yang disampaikan Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution.
Ia mengatakan peranan Pemerintah Daerah (Pemda) dalam mengendalikan inflasi yang berasal dari harga barang pangan sangat besar. Karena daerah berkontribusi 77 persen dalam catatan inflasi nasional. Dengan mengeluarkan bobot inflasi Jakarta, maka daerah menyumbang inflasi 77 persen.
"Jadi daerah punya peranan penting dan strategis dalam memperkuat perekonomian, bukan saja dalam ketahanan pangan tapi mendorong inflasi turun," kata Darmin dalam Rakornas II Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) di Jakarta, Rabu (16/3).
Dikatakannya, sejak Rakornas TPID I pada 2010 lalu respon Pemda sangat positif terlihat dari jumlah TPID yang meningkat dari 38 kota menjadi 55 kota/kabupaten dari total 66 kota yang menjadi dasar penghitungan inflasi di Indonesia oleh BPS. "Pesatnya peningkatan jumlah TPID tang terbentuk menunjukkan besarnya perhatian, kesadaran, kepedulian dan komitmen para Kepala Daerah terhadap pentingnya mewujudkan stabilitas harga di daerah," kata Darmin.
Dikatakannya, mengingat peranannya yang sangat strategis, TPI dan TPID ini perlu terus diperkuat dalam aspek kelembagaan maupun koordinasinya dan menjadi semakin penting mengingat peranan inflasi daerah terhadap pembentukan inflasi nasional yang cukup besar. Disamping itu, mengingat penyumbang inflasi di tiap daerah cukup unik maka perlu penanganan yang khusus disesuaikan dengan kondisi kedaerahan masing-masing.
Dikatakannya, agar fungsinya lebih nyata, TPI dan TPID tidak lagi cukup hanya sebagai wadah pertukaran informasi, namun perlu diarahkan untuk mempertajam implementasi berbagai program kerja yang difokuskan pada peningkatan sisi pasokan. Terutama komoditas pangan, melalui perbaikan produksi, distribusi, organisasi industri, dan struktur pasar, termasuk pengaturan tata niaga.
Menurut Darmin, tantangan pengendalian inflasi menjadi semakin berat dengan terus meningkatnya harga komoditas di pasar internasional, termasuk harga gandum, gula, dan kedelai. Bank Indonesia, lanjutnya memandang risiko tekanan inflasi ke depan yang bersumber dari risiko gangguan pasokan pangan ini masih cukup tinggi.
Apabila tidak ditangani secara antisipatif dan memadai, tekanan inflasi pangan yang berkelanjutan dapat memengaruhi harga komoditas dalam kelompok inflasi inti, baik secara langsung maupun tidak langsung. Di pihak lain, BI juga tetap perlu mengantisipasi perubahan iklim yang akan menganggu pasokan pangan di domestik.
Di sisi moneter, Bank Indonesia sejak tahun lalu telah menempuh berbagai kebijakan dalam rangka mengendalikan tekanan inflasi. BI mengharapkan, setiap daerah mempersiapkan rencana aksi menghadapi ancaman kenaikan harga pangan dengan berbagai langkah antisipasi dan segera (immediate policies) perlu segera disusun khususnya terkait penanganan masalah pasokan dan arus distribusi barang.
Peningkatan produksi pangan melalui ekstensifikasi dan intensifikasi menjadi isu penting di tengah faktor kondisi cuaca yang ekstrim dan semakin sulit diprediksi. Selain itu, perlunya meningkatkan koordinasi lintas kelembagaan sebagai salah satu prasyarat yang diperlukan untuk mendukung efektivitas berbagai kebijakan stabilitas harga.
Dalam kaitan ini, perlu merumuskan strategi yang tepat untuk lebih mendorong penguatan hubungan kelembagaan yang bersifat sinergis dan efektif. BI juga melihat perlunya perumusan strategi kebijakan yang berdimensi jangka menengah panjang untuk membenahi organisasi industri dan struktur pasar, termasuk tata niaga, khususnya komoditas pangan, serta mengakselerasi upaya peningkatan kapasitas perekonomian.