EKBIS.CO, JAKARTA – Gawat, krisis ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat (AS) bisa menjadi ancaman serius bagi Indonesia. Bahkan dampak dari krisis ini bisa membuat Pemerintahan SBY-Boediono bangkrut.
Peneliti Institute for Global Justice (IGJ), Salamuddin Daeng, mengatakan saat ini krisis ekonomi negeri 'Paman Sam' telah masuk dalam level ketiga. Krisis ini dipicu oleh gagal bayar bank-bank investasi.
Akibatnya pemerintah Obama harus mengeluarkan dana triliunan dolar AS untuk mem-bailout bank- bank bangkrut ini dengan mengorbankan anggaran publik. Pemerintahan Obama benar-benar diuji karena keserakahan kapitalisme dan perilaku boros pemerintahannya.
"Kebangkrutan tengah mengancam negeri adi daya ini karena harus menanggung hutang publik yang sangat besar," kata Salamuddin dalam "Diskusi Krisis Ekonomi Dunia dan Berakhirnya Dukungan AS-Eropa Terhadap SBY" di Jakarta, Ahad (7/8).
Saat ini, jelasnya, utang AS telah mencapai 14,58 triliun dolar AS atau melampaui 100 persen produk domestik bruto (PDB) yang mencapai 14,53 triliun dolar AS. Untuk mempertahankan pemerintahannya, Obama butuh sedikitnya 1,2 triliun dolar AS tambahan uang baru melalui penjualan surat utang.
"Sehingga kian dikhawatirkan negara lain yang stabilitas ekonominya sangat bergantung dari dana dari luar negeri, termasuk Indonesia," terang Salamuddin.
Bagi Indonesia, krisis di AS ini bisa memberikan dampak negatif, karena Indonesia merupakan salah satu negara yang pemerintahannya dibiayai dari surat hutang. Selain itu, Pemerintah Indonesia sangat bergantung dari utang negara Eropa dan AS dan lembaga keuangan multilateral lainnya seperti IMF, World Bank, ADB dan lainnya.
Sebagaimana diketahui selama pemerintahan SBY penjualan surat berharga negara (SBN) terus meningkat. "Saat ini angkanya cukup tinggi, mencapai Rp 663,6 triliun. Bahkan sebagian besar SBN ini dibeli oleh investor swasta asing," kata Salamuddin.
Selama pemerintahannya pula, SBY telah menambah utang dari SBN sebesar Rp 261,5 triliun. "Jika dana- dana ini ditarik ke Eropa dan AS dalam rangka pemulihan krisis, maka akan berimplikasi langsung kepada APBN dan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS," tandasnya.
Yang menjadi persoalan, lanjut Salamuddin, Indonesia selama ini mengandalkan pembiayaan negara dari pinjaman luar negeri. Sejak tahun 2004 hingga 2010, pemerintahan SBY telah menarik hutang luar negeri sedikitnya Rp 245,5 triliun. Bahkan jika ditambah dengan utang SBN, hutang luar negeri—negara maju—serta lembaga keuangan multilateral telah terakumulasi hutang hingga Rp 507,037 triliun.
Celakanya, pemerintah tidak menggunakan hutang untuk menggerakkan produktifitas rakyat di sektor riil. Namun digunakan kembali untuk membayar cicilan hutang pokok pemerintah, bunga hutang dan malah dikorupsi.
"Situasi ini akan bisa membuat pemerintahan SBY-Boediono bangkrut. Karena tak mampu membiayai pemerintahannya dari APBN dan tak mempu menjaga stabilitas makro ekonomi Indonesia," tegas Salamuddin.