EKBIS.CO, Perusahaan yang tetap bersikukuh sebagai "cetak-sentris" menjadi perusahaan media yang paling berisiko di masa mendatang. Itu terbukti dan menjadi kado istimewa ulang tahun ke-80 Newsweek.
Setelah malang melintang di industri penerbitan majalah berita hingga namanya mendunia, majalah mingguan yang diterbitkan di New York City ini menyerah. Bukan karena usia, tapi karena penetrasi media online yang tak terelakkan.
Mulai tahun depan, mereka sepenuhnya terjun dalam bisnis online, dan menutup edisi cetaknya. Petinggi Newsweek Tina Brown dan Baba Shetty, mengumumkan bahwa Newsweek akan secepatnya melakukan transisi ke format serba digital awal tahun depan. Tanggal pun disebut: 31 Desember adalah edisi cetak terakhir mereka.
Sedikit mengingatkan jika Anda lupa: Newsweek bukan majalah medioker. Edisi cetak mereka tak hanya beredar di AS tapi juga berbagai negara, termasuk Indonesia. Majalah ini oplahnya adalah kedua terbesar di Amerika Serikat setelah Time hingga beberapa tahun lalu.
Didirikan oleh Thomas JC Martyn pada 17 Februari 1933, per Januari 2013, sebulan lebih menjelang perayaan ulang tahunnya, versi cetak majalah ini tinggal cerita.
Apa penyebabnya, tentu Brown dan Shetty tak perlu menjelaskan. Laporan keuangan majalah ini mengatakan mereka kehilangan kocek antara 20 juta hingga 40 juta dolar AS per tahun. Sirkulasi cetak telah menurun lebih dari setengah selama satu dekade terakhir menjadi 1,5 juta, dan pendapatan iklan yang telah menurun 70 persen sejak tahun 2007. Pendek kata, mereka harus nombok untuk tetap terbit dengan oplah dan kualitas yang sama.
The Association of Magazine Media, organisasi para profesional industri majalah, segera memperingatkan apa yang dialami Newsweek agar tak dijadikan barometer industri majalah.
"Newsweek sepenuhnya menjadi media digital, dan orang akan dengan gampang bilang media cetak memang akan mati," kata CEO organisasi ini, Mary Berner, seperti dikutip USA Today. "Tapi Anda tidak bisa menjadikan pilihan bisnis mereka tolok ukur bagi semua industri majalah."