EKBIS.CO, JAKARTA -- Ekonom dari Standard Chartered Bank Fauzi Ichsan menilai ketentuan pembatasan kepemilikan bank oleh investor asing maksimal sebesar 49 persen dalam revisi Undang-undang Perbankan, akan membatasi kompetisi di dunia perbankan sehingga suku bunga kredit sulit turun.
"Kalau kompetisi dibatasi atas dasar nasionalisme, sulit untuk memenuhi keinginan masyarakat luas yang menginginkan suku bunga kredit turun, net interest margin turun," kata Fauzi saat dihubungi di Jakarta, Selasa (12/2).
Menurut dia, bila pemerintah mau mewujudkan keinginan masyarakat yang menginginkan suku bunga kredit rendah, maka kompetisi harus dibuka seluas-luasnya meski hal tersebut akan berimplikasi pada kalahnya perbankan lokal oleh perbankan asing. "Jadi pilihannya antara mau lindungi bank lokal atau konsumen?," ujarnya.
Dikatakannya, bila kepemilikan asing di perbankan asing dikurangi hingga maksimal 49 persen, pihaknya ragu para konglomerat lokal mau membelinya. Hal itu karena menurut dia, para konglomerat tersebut lebih tertarik berinvestasi pada sektor komoditas dibanding dengan perbankan.
Selain itu investor lokal juga tidak siap dengan dana yang dibutuhkan untuk membeli kepemilikan di bank asing sehingga pada akhirnya investor asing juga yang mampu membeli kepemilikan tersebut. "Yang nanti jadi pembelinya asing juga pada akhirnya," katanya.
Menurut Fauzi, jika bank harus dibeli investor lokal dan ternyata tidak ada investor yang mampu membeli akan menyebabkan harga saham bank tersebut anjlok sehingga menimbulkan efek buruk bagi kondisi keuangan bank itu sendiri. "Harga saham bisa anjlok dan dampaknya bisa kemana-mana," katanya.
Saat ini revisi UU Perbankan masih dalam tahap pembahasan di DPR. Selain mengangkat isu tentang ketentuan bank asing, RUU ini juga membahas isu-isu lainnya seperti syarat untuk menjadi pengurus bank, penyertaan modal bank serta tentang ketentuan multiple license.