EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah memahami adanya tekanan terhadap neraca perdagangan akibat tingginya impor migas, khususnya minyak mentah dan hasil minyak, untuk memenuhi tingginya konsumsi di dalam negeri. Meskipun demikian, opsi untuk menaikkan harga bahan bakar bersubsidi (BBM) dalam rangka membatasi konsumsi dalam negeri belum akan diambil.
"Kita belum membahas soal itu (kenaikan harga BBM bersubsidi)," tutur Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa kepada wartawan seusai memimpin rapat koordinasi tentang pengadaan barang serta barang milik negara/barang milik daerah di kantor Kemenko Perekonomian, Selasa (5/3).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), defisit neraca perdagangan Indonesia pada Januari 2013 tercatat 171 juta dolar AS atau sekitar Rp 1,65 triliun. Angka tersebut merupakan selisih antara ekspor yang mencapai 15,38 miliar dolar AS (Rp 148,8 triliun), sedangkan impor yang menyentuh 15,55 miliar dolar AS (Rp 150,4 triliun).
Menurut Hatta, langkah terbaik yang dapat dilakukan oleh pemerintah saat ini adalah terus melakukan pengendalian konsumsi BBM bersubsidi. Di samping tentunya mempercepat konversi BBM ke gas.
Selain itu, peningkatan produksi minyak harus dilakukan agar impor dapat direduksi. "Tidak ada pilihan lain. Pilihannya itu (sebenarnya mengerucut pada) pengendalian atau menaikkan (harga BBM bersubsidi)?," kata Hatta.
Hatta menyebut pilihan untuk menaikkan harga BBM bersubsidi merupakan pilihan yang menghadirkan prokontra di masyarakat. "Kita memilih yang terbaik untuk ekonomi kita, masyarakat kita secara keseluruhan," ujarnya.
Anggota Komisi XI DPR Kemal Azis Stamboel menilai perlu ada penyesuaian (kenaikkan) harga BBM bersubsidi secara bertahap untuk mengurangi tekanan terhadap neraca migas. "Berdasarkan kepentingan nasional dan pertimbangan rasional perlu ada (penyesuaian harga BBM bersubsidi)," kata Kemal melalui pesan singkatnya kepada ROL, Selasa (5/3).
Menurut Kemal, kenaikan harga BBM bersubsidi dapat menarik investasi pada energi alternatif selain BBM yang secara komersial laik. Terlebih langkah-langkah konversi membutuhkan jangka waktu yang lama dan tidak dapat memberikan dampak dalam waktu singkat.