EKBIS.CO, JAKARTA - Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) segera mengeluarkan kartu pengendalian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Kartu ini bakal dirancang seperti e-Toll card dan akan memberi batasan berapa BBM bersubsidi bisa digunakan kendaraan pribadi.
"Sekarang masih kita godok lagi dengan matang," tegas Direktur BBM BPH Migas Djoko Siswanto saat dihubungi Republika, Jumat (8/3). Dijelaskannya kartu pengendali ini akan dibuat BPH Migas bersama enam bank BUMN.
Nantinya, selaiknya e-Toll card, BBM bersubsidi akan dibeli dengan kartu yang diterbitkan perbankan tersebut. Kartu akan berisi limit jumlah uang tertentu yang bisa digunakan konsumen untuk membeli e-Toll.
"Kartu itu kedepannya bisa multy fungsi," ujarnya. Pada tahap awal misalnya, kartu dapat mengidentifikasi siapa konsumen pengguna BBM bersubsidi sehingga bisa tepat sasaran.
Selain itu, BPH Migas juga bisa mengetahui berapa jumlah BBM bersubsidi yang diterima oleh masyarakat. "Nah jumlah BBM yang diterima oleh masyarakat inilah yang wajib dibayar subsidinya bukan BBM yang keluar dari depot," jelasnya.
Kartu ini pun akan digunakan untuk mengatur distribusi solar bersubsidi di lapangan. Pasalnya, dibandingkan jenis BBM bersubsidi lain seperti premium dan minyak tanah, jenis solar sering disalahgunakan.
"Mudah mudahan bisa segera terbit. Kita juga akan bicara dengan Pertamina," katanya. Dengan sistem IT, BPH Migas memperkirakan penyalahgunaan BBM bersubsidi bisa ditekan hingga 1,5 juta kiloliter (KL).
Sementara itu, terkait program pengendalian sebelumnya yang menggunakan konsep radio frequency Identification (RFID), ia menuturkan alat pengidentifikasi objek pengguna BBM bersubsidi ini juga sudah berjalan. "Di kalimantan selatan sudah ada 118 SPBU yang dipasang, sedangkan di Jawa sudah ada 80 SPBU," katanya.
Ke depan, BPH Migas juga akan menerapkan sistem ini untuk SPBU yang digunakan nelayan. "Tahun ini seharusnya sudah di seluruh Indonesia, tapi kita fokus dulu di dua provinsi. Salah satunya Banten," jelasnya.
Saat dihubungi di kesempatan berbeda, pengamat energi Komaidi Notonegoro mengatakan dalam konsep pengendalian konsumsi, kebijakan kenaikan harga, umum menjadi instrumen. "Saya kira sepanjang caranya pembatasan potensi bocornya selalu ada," katanya.
Ia mengatakan wacana kebijakan semacam ini dan uji cobanya sudah sering dilakukan pemerintah. Namun hasilnya belum optimal.
Di 2013, pemerintah menetapkan kuota BBM bersubisi sebesar 46 juta KL sehingga belanja negara menjadi Rp 70 triliun. Meski demikian, sejumlah pihak meragukan kuota akan cukup hingga akhir tahun.
Pasalnya, di 2012 lalu, kuota BBM bersubsidi pun sudah mencapai 45,01 juta KL. Bahkan kuota BBM bersubisidi bisa menembus 48 juta KL.