EKBIS.CO, JAKARTA - Utang negara kepada PT PLN (Persero) mengganggu aliran kas (cash flow) dalam tubuh BUMN itu. Minimnya subsidi yang dibayar pemerintah kepada PLN, berdampak pada keterlambatan biaya operasional perseroan.
Hal ini terungkap dalam rapat dengar pendapat (RDP) PLN, Kementerian BUMN, dan Komisi VI DPR RI, Senin (11/3). "Bahkan PLN menanggung denda dari penyedia energi akibat kekurangan dana untuk membayar listrik," kata Deputi Infrastruktur dan Logistik Kementerian BUMN Iman A Putro.
Namun sayangnya, ia enggan menuturkan berapa piutang PLN tersebut. Namun, menurutnya Kementerian BUMN sudah mengupayakan agar Kementerian Keuangan membayar semua utang yang memang menjadi hak PLN.
"Kita sudah meminta percepatan pencairan," tegasnya. Biar bagaimanapun, ujar Iman, PLN membutuhkan dana segar untuk menunjang aktivitas perseroan.
Kenyataan serupa juga diakui Direktur Utama PLN Nur Pamudji. Senada dengan Iman, ia enggan menuturkan berapa utang pemerintah yang masih belum dibayarkan.
"Tapi begini, PLN itu memang sudah menerima 95 persen dari subsidi yang harus diterima di tiap bulan," katanya. Namun pembayaran sisa lima persen lain, harus menunggu hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Itu memang sudah mekanismenya," tegasnya lagi. Jadi, kata Nur, adanya kekurangan pembayaran subsidi memang bakal terjadi dari waktu ke waktu akibat audit BPK.
Ia tak menampik hal ini sempat membuat cash flow perseroan terganggu. Karenanya PLN melakukan sejumlah langkah penyesuaian.
Anggota DPR RI dari Komisi VI Ferrari Romawi mengatakan pemerintah harus cepat mengatasi persoalan ini. "Meski pengelontoran subsidi memerlukan proses namun pembayaran harus sesuai jadwal," katanya pada Republika.
Ia menilai hal ini harus dilihat dengan hati-hati. Jangan sampai kinerja BUMN terganggu dengan persoalan ini.
Di 2013 ini, subsidi energi dalam APBN 2014 sebesar Rp 274,7 triliun. Khusus untuk listrik, subsidi yang dipatok negara sebesar Rp 80,9 triliun.
Terjadi kenaikan subsidi listrik dari tahun ke tahun. Di 2012 misalnya subsidi listrik juga meningkat 106,96 persen, dari Rp 44,96 triliun menjadi Rp 93,05 triliun.