EKBIS.CO, JAKARTA – Pemerintah dianggap perlu mengontrol masa panen bawang merah untuk mencegah gejolak harga. Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Thohir mengatakan selama ini panen bawang merah selalu terjadi serentak sehingga kerap kali menurunkan harga di tingkat petani.
Turunnya harga saat panen serempak mengakibatkan petani enggan menanam bawang merah. Akibatnya, baru terasa akhir-akhir ini. Harga bawang merah kini naik karena terjadi kelangkaan di pasaran.
Harga bawang merah di pasaran bulan Maret ini cenderung mengalami kenaikan yang berlipat-lipat. Namun, ia cukup menyayangkan karena naiknya harga bawang merah ini tak banyak dinikmati oleh petani.
Berdasarkan data kementrian perdagangan, harga rata-rata bawang merah bulan Maret 2013 (pantauan sampai dengan tanggal 11) sebesar Rp 26.439 per kilogram (kg). Harga bulan Maret naik Rp 3.850 per kg atau sekitar 17,04 persen dibandingkan dengan harga rata-rata bulan Februari 2013 sebesar Rp 22.589 per kg. Harga bawang merah tertinggi terjadi di Bandar Lampung sebesar Rp 50 ribu per kg dan terendah terjadi di Tanjung Pinang sebesar Rp18 ribu per kg.
“Ada sejarah kenapa harga bawang merah bisa naik. Dulu kalau petani panen sering dibarengi masuknya bawang impor, harga turun. Sekarang petani malas menanam, pasokannya jadi langka,” ujar Winarno, saat dihubungi, Selasa (12/3).
Ia menuturkan luasan lahan bawang merah di sentra-sentra produksi kini berkurang. Petani, kata dia lebih memilih menanam padi yang umumnya harganya lebih stabil dan menguntungkan.
Fenomena beralihnya petani bawang merah menjadi petani padi, kata Winarno mirip dengan tren berubahnya petani kedelai menuju komoditas lain. Hal ini sudah berdampak pada naiknya harga kedelai di tingkat perajin tahu tempe.
Menurutnya, pemerintah harus memetakan daerah-daerah yang menjadi sentra produksi bawang merah. Daerah tersebut, kata dia harus diatur masa tanam dan masa penennya. Ia yakin Indonesia memiliki potensi yang cukup besar untuk menanam bawang merah. “Potensinya ada, tanahnya cukup,” ujarnya.
Untuk menjaga harga di tingkat petani dan tetap terjangkau konsumen, menurut Winarno perlu ada pola baru untuk perdagangan bawang merah. Sebagai komoditas yang tidak bisa disimpan dalam waktu lama, bawang merah perlu dijual dalam bentuk olahan seperti pasta agar bisa lebih awet.
Jika bawang merah dijual dalam bentuk pasta, menurut dia petani akan tetap menikmati harga bawang merah yang bagus. Petani, tetap bisa menjual bawang merah kepada pengusaha produsen pasta. Di sisi lain, konsumen masih bisa membeli produk bawang merah dengan harga yang terjangkau.
Berdasarkan data BPS, sepanjang tahun 2012, Indonesia mengimpor 96.992 ton bawang merah dengan nilai 42,833 juta dolar AS. Pada bulan Januari 2013, Indonesia mengimpor 2.755 ton bawang merah senilai 1,415 juta dolar AS.