EKBIS.CO, JAKARTA – Pemerintah tidak punya strategi jangka panjang memenuhi kebutuhan pangan nasional. Buktinya saban tahun selalu saja ada cerita kenaikan harga bahan pangan. Harga bawang merah misalnya, hari telah menembus angka Rp 45 ribu sampai Rp 50 ribu perkilogram.
“Pemerintah harus konsolidasi lintas sector tentang kebutuhan bahan pokok strategis,” kata Wakil Ketua Komisi IV DPR, Firman Soebagyo ketika dihubungi ROL, Rabu (13/3).
Di Indonesia bawang merah merupakan komiditi cantik. Bawang merah adalah primadona ibu rumah tangga saban akan membuat masakan. Persoalannya, kata Firman, tingginya kebutuhan bawang merah tidak dibarengi ketersediaan stok yang memadai.
Situasi ini lantas dimanfaatkan para importir bawang. Mereka mengendalikan stok bawang merah di pasaran dengan cara menahan laju distribusi. Alhasil bawang merah mengalami kelangkaan dan lonjakan harga. “Ketika lonjakan terjadi barulah mereka mengeluarkan stok bawang merah yang mereka miliki ke pasaran,” tuturnya.
Kebijakan impor yang tidak jelas dari pemerintah turut andil dalam menciptakan carut-marut harga bawang di pasaran. Pemerintah misalnya memberikan kemudahan kepada para importir dengan membebaskan bea masuk. Dalilnya, kebutuhan dalam negeri harus segera terpenuhi. “Yang diuntuntungkan adalah importir. Ini permainan pelaku kartel itu,” ujarnya
Ketika kebutuhan bawang merah dalam negeri tak mampu terpenuhi pemerintah bukannya mencari solusi terbaik. Sebaliknya, pemerintah kata Firman, hanya sibuk mencari alasan agar tidak disalahkan. Pemerintah misalnya berdalih keterbatasan stok bawang merah negeri terjadi karena lahan tanam bawang semakin berkurang. Selain itu pemerintah juga berdalih impor bawang lebih rasional karena ongkos distribusi dari daerah ke pusat jauh lebih mahal ketimbang impor. “Ini tidak boleh,” katanya.
Firman menyatakan pemerintah tidak boleh menjadikan keterbatasan lahan dan ongkos distibursi sebagai alasan. Pasalnya pemerintah memiliki instrument hukum untuk mengatasi persoalan tersebut. Pemerintah cukup menerapkan UU Nomor 41 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian. Undang-undang ini memungkinkan pemerintah untuk menghukum para pejabat daerah yang abai melindungi lahan-lahan pangan produktif. Artinya kalau ada Pemda yang membiarkan alih fungsi lahan bisa ditindak,” ujarnya.
Dari data yang dimiliki Firman alih fungsi lahan pangan terus meningkat saban tahunnya. Pada 2011 misalnya alih fungsi lahan pangan ke fungsi lain berkisar 100 ribu hektar. Pada 2012 angka tersebut meningkat menjadi 120 ribu hektar. “Artinya ada pembiaran,” kata dia.
Pemerintah, lanjut Firman, harus segera menerapkan aturan-aturan yang berpihak pada petani. Pemerintah juga perlu memperbaiki sistem distribusi misalnya dengan mensubsidi ongkons transportasi