EKBIS.CO, JAKARTA -- Keinginan pemerintah yang ingin merumuskan kembali kebijakan terkait bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dengan mengabaikan opsi menaikkan harga dipertanyakan.
Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada (UGM) Tony Prasetiantono menyatakan permasalahan BBM bersubsidi hanya bisa diatasi dengan menaikkan harga.
"Saya tidak melihat adanya opsi lain di luar menaikkan harga. Tak ada jalan lain," tutur Tony melalui pesan singkatnya kepada Republika, Kamis (14/3).
Menurut Tony, subsidi energi secara keseluruhan pada 2013 dapat menembus Rp 420 triliun hingga Rp 450 triliun. Besaran ini tidak masuk akal dan terlampau berat bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2013.
Sehingga, Tony menyebut cepat atau lambat, harga BBM bersubsidi akan mengalami kenaikan. Terlebih harga minyak dunia tidak mungkin turun. Oleh karena itu, Tony menyebut pilihannya tinggal dua.
Harga BBM bersubsidi naik di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atau di era presiden baru yang terpilih melalui pemilihan umum 2014 mendatang. Bagaimana jika Presiden SBY tidak melakukannya?"Ia akan mewariskan beban ini kepada presiden berikutnya," ujar Tony.
Sebagai catatan, realisasi subsidi kerap melebihi target yang ditetapkan. Pada APBN-P 2011, realisasi subsidi mencapai Rp 165,1 triliun atau 127,3 persen terhadap pagu Rp 129,7 triliun. Sedangkan pada APBN-P 2012, realisasi subsidi menyentuh Rp 211,8 triliun atau 154,2 persen terhadap pagu Rp 137,3 triliun.
Pada APBN 2013, subsidi BBM ditetapkan Rp 193,8 trilun. Khusus untuk APBN-P 2012, realisasi subsidi energi yang digelontorkan pemerintah mengalami lonjakan sebesar 51,5 persen dibandingkan pagu yang ditetapkan.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, sampai akhir 2012, realisasi subsidi energi mencapai Rp 306,5 triliun. Jauh lebih tinggi dibandingkan pagu dalam APBN-P 2012 yaitu sebesar Rp 202,4 triliun.
Rinciannya adalah belanja subsidi BBM Rp 211,9 triliun atau 54,2 persen lebih tinggi dibandingkan pagu sebesar Rp 137,4 triliun dan subsidi listrik sebesar Rp 94,6 triliun atau 45,6 persen dibandingkan pagu sebesar Rp 65 triliun.