EKBIS.CO, JAKARTA -- Sejumlah kalangan menilai paket kebijakan stabilisasi perekonomian yang ditelurkan pemerintah tidak dapat memperbaiki perekonomian dalam jangka pendek. Pelaksana Tugas Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Bobby Rafinus menilai pendapat tersebut tidak sepenuhnya benar.
Ditemui selepas menghadiri penganugerahan gelar Perekayasa Utama Kehormatan Bidang Kebijakan Teknologi kepada Menko Perekonomian Hatta Rajasa dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) di Kantor Pusat BPPT, Jakarta, Senin (26/8), Bobby mengatakan terdapat sejumlah kebijakan yang diharapkan memiliki dampak jangka pendek.
Kebijakan-kebijakan itu antara lain penurunan impor minyak dan gas dengan meningkatkan porsi penggunaan biodiesel dalam porsi solar, perbaikan ekspor mineral dengan memberikan relaksasi prosedur terkait dengan kuota dan mengubah tata niaga seperti impor daging sapi dan hortikultura dari sistem kuota menjadi mekanisme yang mengandalkan harga.
"Saya kira itu tiga kebijakan yang akan mempunyai dampak cepat kepada neraca transaksi berjalan kita," ujar Bobby. Sedangkan kebijakan-kebijakan lain seperti tambahan pengurangan pajak untuk sektor padat karya yang memiliki ekspor minimal 30 persen dari total produksi dinilainya bersifat jangka menengah dan panjang.
Bobby menjelaskan, kebijakan dari Bank Indonesia memiliki langkah yang lebih cepat dibandingkan ketiga kebijakan yang dijelaskan sebelumnya. Misalnya, BI merelaksasi ketentuan pembelian valuta asing bagi eksportir yang telah melakukan penjualan Devisa Hasil Ekspor (DHE). "Itu langsung menyangkut kebutuhan valas. Itu juga akan perkuat likuiditas valas."
Lebih lanjut, Bobby mengatakan paket kebijakan yang diambil pemerintah bertujuan untuk memperbaiki neraca transaksi berjalan. Diharapkan pada triwulan III 2013, defisitnya akan turun menjadi sekitar tiga persen. "Syukur-sukur menembus tiga persen. Apabila bisa mencapai itu, tentu sudah baik," kata Bobby.
Sebagai catatan, defisit transaksi berjalan pada triwulan II 2013 meningkat menjadi 9,8 miliar dolar AS atau 4,4 persen dari produk domestik bruto (PDB). Padahal, defisit transaksi berjalan pada triwulan I 2013 hanya 2,6 persen dari PDB. Bank Indonesia (BI) memprediksi pada triwulan III 2013, dedisit transaksi berjalan akan turun menjadi 2,7 persen dari PDB.
Hatta menambahkan, respon pemerintah yang tertuang dalam empat paket kebijakan tersebut diharapkan bisa memperbaiki neraca transaksi berjalan. Untuk mengatasi defisit terdapat dua solusi yang dapat diambil yakni meningkatkan ekspor dan mengurangi impor. "Yang paling ideal tentu itu sehingga neraca perdagangan kita surplus," ujarnya.