EKBIS.CO, BATAM -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan sejumlah daerah memiliki porsi belanja pegawai mencapai 70-80 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Padahal, rata-rata seluruh Indonesia hanya mencapai 49-52 persen.
"Dalam lima tahun terakhir, rata-rata belanja untuk pegawai daerah antara 49-52 persen," kata Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Marwanto Harjowiryono dalam Seminar Revisi UU Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah di Batam, Kamis (29/8).
Menurut Marwanto, porsi belanja pegawai yang terlalu besar perlu mendapat perhatian. "Ini harus dipikirkan, pasti ada sesuatu penyebab kenapa itu terjadi," kata dia.
Pemerintah pusat sendiri sepakat untuk lebih mendorong lebih banyak belanja infrastruktur dan belanja modal daripada belanja lainnya, agar belanja negara lebih produktif. Kebijakan tersebut harus diikuti oleh pemerintah daerah.
Menurutnya, belanja infrasrukur dan belanja modal seyogyanya tinggi untuk mendukung pembangunan daerah dan nasional. "Karena ujung-ujungnya untuk kesejahteraan, jadi belanja modal perlu perhatian," kata dia.
Hal senada dikatakan Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Harry Azhar Azis yang menyatakan porsi belanja modal dan belanja infrasruktur harus dinaikkan. Namun untuk mengurangi porsi belanja pegawai yang terlalu besar, menurut dia, harus dicari langkah terbaik apakah dengan menurunkan besaran gaji PNS daerah atau dengan memberlakukan program pensiun dini. Harry mengatakan tidak mudah mengurangi porsi belanja pegawai daripada menaikannya sehingga perlu formulasi khusus untuk menekan belanja tidak langsung itu.
Berdasar data Kemenkeu, tren dana transfer ke daerah terus meningkat tiap tahun, dari Rp 292,4 triliun pada 2008 menjadi sekitar Rp 529,4 triliun pada 2013. Dana transfer ke daerah sebesar Rp 529,4 triliun pada 2013 itu terdiri dari sebanyak Rp 311,1 triliun berupa Dana Alokasi Umum, sebesar Rp 31,7 triliun Dana Alokasi Khusus, Rp 102,7 triliun Dana Bagi Hasil, Rp 13,5 triliun untuk dana otonomi khusus dan Rp 70,4 triliun untuk dana penyesuaian.