EKBIS.CO, NUSA DUA -- Indonesia mendorong pengentasan kemiskinan untuk menjadi salah satu topik dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Kerja Sama Ekonomi Asia dan Pasifik (APEC). Pengentasan kemiskinan dilakukan dengan mempromosikan produk-produk yang mampu memberikan pengaruh positif pada lingkungan.
Produk-produk yang dianggap dapat mengentaskan kemiskinan, ramah lingkungan dan mengembangkan pedesaan akan dimasukan dalam environmental goods list (EGL). Hal yang melatarbelakangi konsep ini adalah EGL yang didominasi oleh produk manufaktur yang tak berkontribusi pada pengentasan kemiskinan.
"Produk yang sifatnya natural, berkaitan dengan usaha kecil dan menengah, dan berkaitan dengan kegiatan masyarakat berpendapatan rendah itu tak masuk di EGL," ujar Wakil Menteri Perdagangan Indonesia, Bayu Krisnamurthi, dalam acara makan siang di Melia Hotel, Nusa Dua, Bali, Jumat (4/10).
Saat ini terdapat 54 produk yang masuk dalam EGL. Bayu mengatakan Indonesia mempunyai produk yang memiliki nilai lebih yakni sawit, karet dan kayu. Dengan konsep yang ditawarkan, Indonesia akan memiliki argumen yang lebih kuat agar ketiga produk tersebut masuk dalam EGL.
Bayu mengaku ide yang ditawarkan Indonesia mendapat sambutan positif di Senior Official Meeting. Ide tersebut akan di angkat ke level menteri dan pemimpin. "Itu akan jadi platform baru di APEC," ujar dia.
Bayu mengatakan tidak hanya Indonesia yang memiliki kepentingan dalam hal tersebut. AS yang juga mengekspor produk-produk natural juga memiliki kepentingan di dalamnya. "Ini menjadi sesuaatu yang membuka kemungkinan-kemungkinan baru baik negara maju dan berkembang," ujar dia.
Indonesia belum berani berharap terlalu tinggi konsep tersebut akan segera tercapai mengingat EGL yang sudah dibicarakan di WTO 12 tahun yang lalu saja belum mengalami kemajuan. Bayu tidak berambisi konsep tersebut akan disepakati dalam waktu satu bulan. "Antara 2-3 tahun lah. 2015 mudah-mudahan bisa," ujar dia.
Jika konsep yang diterapkan telah menjadi platform, semua hal yang berkaitan dengan investasi, perdagangan, dan regulasi akan mengacu pada platform tersebut. "Kalau kita punya produk dan berimplikasi pada rural development maka di negara APEC lainnya klo trading dapat kekhususan," ujar dia.