EKBIS.CO, JAKARTA -- Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar Dito Ganinduto meminta pemerintah segera menerbitkan aturan tarif listrik (feed-in tariff) yang bersumberkan energi baru dan terbarukan (EBT). "Aturan ini sejalan dengan seruan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat pembukaan 'APEC CEO Summit 2013' di Bali untuk meningkatkan pemanfaatan EBT," katanya saat dihubungi di Jakarta, Senin (7/10).
Menurut dia, ketika membuka Pertemuan Pimpinan Perusahaan (CEO Summit) dalam rangkaian Konperensi Tingkat Tinggi Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (KTT APEC) di Bali, Ahad (6/10), Presiden Yudhoyono menyerukan pengurangan ketergantungan BBM dengan EBT. "Seruan itu menjadi tidak ada artinya kalau tidak dibarengi keluarnya aturan 'feed-in tariff' EBT," tambah Dito.
Pemanfaatan EBT, lanjutnya, juga menjadi penting saat ini terutama dikarenakan tingginya defisit neraca perdagangan akibat melonjaknya impor minyak, pelemahan rupiah, dan gejolak perekonomian di AS, India, dan Cina. "Oleh karenanya, saya mendesak Menteri ESDM Jero Wacik untuk segera mengeluarkan aturan feed-in tariff EBT ini," ujarnya.
Ia juga menambahkan, skema feed in tariff akan mempercepat realisasi kerja sama di antara anggota APEC dalam mengembangkan EBT sesuai imbauan Presiden Yudhoyono. Pola feed-in tariff (FIT) merupakan skema harga listrik yang didapat melalui proses lelang dan langsung diterapkan dalam kontrak antara investor dengan PT PLN (Persero). Skema tersebut merupakan terobosan agar semakin banyak investor mengembangkan EBT yang tercatat memiliki potensi besar di Indonesia.
Dito menambahkan, selama ini, penggunaan tenaga listrik yang bersumber dari EBT terkendala keekonomian, karena investasi tinggi, namun harga jual ke PLN masih rendah. Di sisi lain, lanjutnya, PLN terkendala pembelian listrik dengan harga mahal, karena akan menambah beban subsidi. "Padahal, Indonesia memiliki potensi EBT seperti panas bumi, surya, air, dan angin yang melimpah," ujar Dito.
Menurut dia, dari potensi panas bumi yang mencapai 30 ribu MW, hanya termanfaatkan kurang dari 2.000 MW, sementara dari tenaga surya yang mencapai 50 ribu MW, hanya terpasang sekitar 100 MW.