EKBIS.CO, JAKARTA -- Kenaikan harga gas elpiji 12 kilogram (kg) dinilai tidak akan berdampak besar pada inflasi. Target inflasi Bank Indonesia (BI) dan pemerintah untuk 2014 sebesar 4,5 ± 1 persen dianggap masih dapat dicapai.
Pakar Ekonomi, Raden Pardede, mengatakan dampak kenaikan gas elpiji terhadap inflasi 201s tidak terlampau besar. "Dampaknya tak signifikan. Jauh di bawah 1 persen," ujar Raden pada RoL, Sabtu (4/1).
Ia pun menilai target inflasi sebesar 4,5 ± 1 persen masih dapat dicapai dengan beberapa catatan. Salah satunya, pasokan barang, terutama makanan harus dijaga. Pasokan makanan ke daerah harus selalu dikontrol agar inflasi tidak terkerek.
Kepala Ekonom Citibank Helmi Arman mengatakan, kenaikan harga gas elpiji 12 kg sebesar 5-10 persen mengerek harga makanan yang dimasak seperti nasi dan mie.
Hal itu akan mendorong kenaikan inflasi inti. Jika dilihat dari perspektif yang lebih luas, kenaikan harga gas elpiji merupakan dampak tak langsung dari pelemahan rupiah. Pelemahan rupiah menyebabkan harga energi meningkat.
Citi memproyeksikan inflasi tahunan 2014 pada level 4,9 persen. Namun, Pertamina telah menyatakan bahwa harga gas 12 kg kemungkinan akan dinaikan lagi sebesar 68 persen bulan ini. "Hitungan kami, kenaikan ini akan berkontribusi sebesar 0,55 persen pada inflasi," ujar dia.
Namun, jika dilihat dari neraca perdagangan, inflasi yg didorong oleh desakan biaya atau cost-push inflation adalah hal yang baik. Desakan biaya mengurangi permintaan domestik.
Dalam konteks kestabilan transaksi berjalan dan kebijakan untuk menekan impor, ini adalah tanda bahwa kebijakan yang diambil baru-baru ini, seperti pelemahan rupiah, telah bekerja dengan baik. Oleh karena itu, Helmi memprediksikan BI masih akan menahan BI Rate pada bulan ini di level 7,5 persen. "Data neraca perdagangan adalah kunci dari kebijakan moneter saat ini," ujar dia.