EKBIS.CO, JAKARTA - Keberadaan buah lokal semakin tergeser dengan maraknya impor. Apel malang menjadi alah satu hasil perkebunan buah yang semakin tersudutkan.
"Perlindungan terhadap apel malang tidak dirasakan kami para petani," kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Hortikultura Nasional (AHN) Ramdansyah saat menyampaikan aspirasinya di depan Kementerian Perdagangan RI, Senin (24/2).
Ramdansyah memaparkan, saat ini jumlah produksi apel malang terus menurun setiap tahunnya. Padahal buah yang menjadi icon kota Malang itu sangat berjaya dari jenis apel di Indonesia. Data terakhir dari penelitian Universitas Brawijaya, jumlah pohon apel malang terus menurun. Pada 2005 silam jumlah pohon apel ada sekitar 4 juta pohon. Kemudian pada 2010 turun menjadi 2 juta pohon. Pada 2013 lalu hanya ada sekitar 1,2 juta pohon yang tersisa. Bila terus seperti ini, apel malang terancam punah.
Lahan perkebunan apel malang banyak yang telah berubah menjadi bangunan mewah. Para pengusaha buah banyak yang beralih profesi menjadi pengusaha dibidang lain. Hal ini disebabkan impor apel cina yang marak sehingga menjatuhkan harga buah lokal. Banyak petani yang tidak bisa bertahan hidup karena apel dibeli dengan harga murah.
Saat ini harga beli apel malang hanya mencapai 5 sampai 6 ribu rupiah per kilogramnya untuk harga kebun. Sedangkan untuk apel premium dihargai 7 ribu rupiah per kilogram. Padahal angka tersebut merupakan biaya produksi apel per kilogram. "Kami tidak punya untung melainkan harus menambal kerugian," kata Ramdansyah.
Orasi yang dilakukan AHN bersama dengan para petani apel dan mahasiswa ini berlangsung dengan aksi lempar apel malang. Kantor Kementerian Perdagangan dihujani lemparan apel malang. Aksi sempat menimbulkan kemacetan namun tidak parah.