EKBIS.CO, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa memimpin Rapat Koordinasi Perkembangan Persiapan Indonesia Dalam Pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community/AEC) di kantor Kemenko Perekonomian, Rabu (12/3).
Rapat turut dihadiri oleh sejumlah pejabat negara antara lain Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, Menteri Perdagangan M Lutfi dan Gubernur Bank Indonesia Agus Dermawan Wintarto Martowardojo.
Dalam keterangan pers seusai rapat, Hatta mengatakan, pemerintah berkomitmen untuk terus meningkatkan daya saing perekonomian Indonesia menjelang pelaksanaan MEA 2015.
Salah satu langkah penting yang harus diambil adalah pelibatan berbagai pemangku kepentingan, baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun kalangan dunia usaha.
"Dari itu, kita akan bentuk satu komite nasional. Ini akan menjadi 'dapur' AEC," ujar Hatta kepada wartawan.
Deputi Bidang Kerjasama Ekonomi Internasional Kemenko Perekonomian Rizal Affandi Lukman menambahkan, komite nasional dibentuk dalam rangka dua hal.
Pertama, persiapan Indonesia menghadapi MEA. Kedua, memanfaatkan peluang dari terciptanya MEA sebagai bagian dari integrasi ekonomi.
"Ibaratnya sepakbola, ada bertahan dan menyerang. Sekarang kita dianggap masih mengurusi proteksi dalam negeri dan jangan lupa ekspansi keluar," ujar Rizal.
"Karena dari berbagai survei terungkap masih terbatas pemahaman pelaku dunia usaha terhadap manfaat kerja sama ASEAN. Pemanfaatan integrasi ini masih kecil," kata Rizal.
Menurut Rizal, integrasi ekonomi ASEAN via MEA berimbas pada peningkatan pasar dari 250 juta orang (penduduk Indonesia) menjadi sekitar 600 juta orang (penduduk ASEAN).
Di sisi lain, PDB kawasan ASEAN per kapita pun meningkat tiga kali lipat sejak 1998.
"Ini menunjukkan daya beli masyarakat meningkat. Jadi, kawasan ASEAN adalah kawasan menarik. Jadi, jangan lihat pasar domestik, tapi lihat the other side," ujar Rizal.
Lebih lanjut, Rizal mengatakan, komite nasional akan dibentuk dengan dasar hukum berupa keputusan presiden.
"Komite ini bergerak tidak hanya untuk persiapkan sampai MEA, tapi beyond 2015 karena sekarang ini kerja sama di ASEAN sudah dipikirkan post 2015. Artinya, komite nasional juga akan merumuskan kebijakan-kebijakan ke depan," kata Rizal.
Saat ditanya, apakah Indonesia siap menghadapi MEA 2015, Hatta menjawab diplomatis.
"Kita tidak bisa mengatakan tidak siap karena itu sudah di depan mata kita dan sudah berjalan komitmen-komitmen. Yang penting adalah kita terus meningkatkan daya saing kita karena ada empat pilar di situ. Pertama, pasar tunggal. Kedua, berdaya saing. Ketiga, equitable development. Keempat, integrasi ke perekonomian dunia. Harapannya kita lebih kompetitif dari negara lain," ujar Rizal.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Hendri Saparini menjelaskan, seluruh pemangku kepentingan harus bersiap menghadapi MEA.
Menurut Hendri, kesiapan tersebut tidak hanya mencakup persiapan menghadapi 'serbuan' barang semata, melainkan juga 'serbuan' tenaga kerja.
Mengutip data Badan Pusat Statistik, penyerapan tenaga kerja hingga Agustus 2013 masih didominasi oleh penduduk bekerja berpendidikan rendah yaitu SD ke bawah 52,0 juta orang (46,95 persen) dan SMP sebanyak 20,5 juta orang (18,47 persen).
Sementara penduduk bekerja pendidikan tinggi hanya sebanyak 10,5 juta orang dengan perincian 2,9 juta orang (2,64 persen) berpendidikan diploma dan sebanyak 7,6 juta orang (6,83 persen) berpendidikan universitas. Fakta tingginya penduduk bekerja berpendidikan SD ke bawah dan SMP mencemaskan Hendri.
Terlebih menurut pemantauan lembaganya, penduduk bekerja di negari jiran seperti Malaysia dan Thailand, rata-rata berpendidikan SMA/SMK sederajat.
"Belum lagi jika dibandingkan dengan skilled labour," kata Hendri.