EKBIS.CO, JAKARTA -- Direksi dan pemegang saham PT Freeport Indonesia menyepakati tahun ini tidak ada pembagian dividen. Hal ini disebabkan turunnya volume penjualan tembaga dan emas karena sejumlah hal.
"Karena ada kadar bijih yang lebih rendah, gangguan operasi tambang, dan penurunan harga komoditas global," kata Vice President, Corporate Communications Freeport Daisy Primayanti, pekan lalu.
Selain masalah operasi tambang yang terjadi tahun lalu, penurunan kinerja juga disebabkan oleh kebutuhan kas untuk menjalankan operasi pertambangan. Perseroan sepanjang tahun lalu juga melakukan investasi untuk mengembangkan sumber daya dan menjamin produksi di masa mendatang dan pembayaran utang.
Freeport akan menggunakan arus kas sebanyak 1 miliar dolar AS untuk investasi pengembangan tambang bawah tanah. "Tambang ini pada 2017 akan menjadi tumpuan kegiatan penambangan Freeport," kata Daisy.
Proyek tambang bawah tanah ini akan memakan biaya investasi signifikan, yaitu sebesar 15 miliar dolar AS selama sisa umur tambang. Selain itu arus kas juga digunakan untuk menjaga keberlanjutan tingkat poduksi saat ini.
Meskipun tidak ada dividen yang dibayarkan selama 2013, Freeport telah melakukan pembayaran kepada Pemerintah RI dalam bentuk pajak dan royalti sebesar 500 juta dolar AS atau setara Rp 5,6 trilliun.
Dengan dimulainya kembali ekspor, Freeport berharap operasinya akan menghasilkan pendapatan yang signifikan kepada Pemerintah dalam bentuk pajak, royalti, dan pembayaran dividen.
Jumlah manfaat yang diterima oleh Pemerintah Indonesia sejak 1992 sampai 2013, sesuai dengan Kontrak Karya tahun 1991, telah mencapai 15,2 miliar dolar AS.
Nilai ni terdiri dari Pajak Penghasilan Badan sebesar 9,4 miliar dolar AS atau 60 persen dari total kontibus Freeport kepada pemerintah, Pajak Penghasilan Karyawan, regional, dan pajak pajak lainnya sebesar 3,0 miliar dolar AS, royalti 1,5 miliar dolar AS, dan dividen 1,3 miliar dolar AS.