EKBIS.CO, JAKARTA -- Pengusaha Stasiun Pengisian Bahan bakar Umum (SPBU) di Jakarta Pusat mengaku rugi puluhan juta rupiah setelah pemerintah menghentikan penjualan bahan bakar minyak solar bersubsidi di wilayah tersebut per 1 Agustus 2014.
"Kami mengalami kerugian sekitar Rp22 juta per hari akibat penghapusan ini," kata Yudi, salah satu pegawai SPBU di Salemba Jakarta, Selasa (12/8).
Yudi mengatakan, sebelum penghapusan solar bersubsidi, SPBU tempat ia bekerja biasanya melayani penjualan solar bersubsidi hingga 4.000 liter per hari. Namun, kini sehari-hari solar non subsidi yang terjual rata-rata hanya 1.000 liter per hari.
Yudi menilai kebijakan yang menghapus solar bersubsidi di kawasan Jakarta Pusat sangat tidak tepat karena pelanggan masih bisa membeli di luar Jakarta Pusat yang jaraknya tidak terlalu jauh.
Sementara itu, Junaidi, pegawai SPBU di bilangan Kemayoran mengatakan omzet yang didapat sangat menurun drastis dari menjual sekitar 6.000 menjadi hanya 3.000 liter per hari.
Selain itu, Agung, pemilik SPBU di Jalan Abdul Muis juga menyatakan hal serupa. SPBU miliknya tidak lagi menyediakan solar bersubsidi, padahal sebelumnya melayani penjualan hingga enam ribu liter solar per hari.
"Setelah diberlakukan kebijakan ini, kami mengalami kerugian hingga tiga puluhan juta rupiah setiap hari dari penjualan solar bersubsidi," katanya.
Agung mengatakan saat ini pegawainya masih sering menerima pertanyaan tentang solar bersubsidi. Ia menginstruksikan kepada pegawainya untuk memberikan alternatif penggunaan solar nonsubsidi yang kualitasnya lebih baik, meski harganya lebih mahal.
Per 1 Agustus 2014 pemerintah memberlakukan penghapusan solar bersubsidi yang dijual Rp 5.500 per liter di Jakarta Pusat dan mengganti dengan solar nonsubsidi dengan harga Rp 12.800 per liter, serta Pertamina Dex seharga Rp 13.150 per liter.