EKBIS.CO, JAKARTA -- Seorang pengamat ekonomi DR Faisal Basri meminta pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) agar menaikan harga BBM (bahan bakar minyak) minimal Rp 1.500/liter mulai Agustus 2014 ini untuk mengamankan APBN 2014 agar tidak jebol akibat subsidi BBM yang makin membengkak dan membuat nilai kurs Rupiah melemah terus terhadap dolar AS.
"Pemerintah SBY harus menaikan harga BBM pada Agustus 2014 ini. Minimal Rp1.500 per liter. Seharusnya sudah naik bulan Juli lalu. Langkah pembatasan penjualan BBM yang saat ini kurang tepat bahkan membuat kekacauan," kata Faisal Basri, dosen di FEUI, dalam suatu diskusi "Transparansi Kebijakan Harga BBM" di Jakarta, Selasa (12/8).
Dalam diskusi itu hadir pembicara DR Faisal Basri, DR Kurtubi, dan Sekjen Gaikindo Freddy Sutrisno.
Menurut Faisal, Capres terpilih Jokowi Widodo sudah bicara langsung dengan Presiden SBY saat bertemu agar menaikan harga BBM dan jangan menunda lagi.
"Langkah pembatasan BBM ini merupakan pencitraan Presiden SBY sebelum mengakhiri masa jabatannya. Akibat menunda menaikan harga BBM tapi yang korban adalah APBN bisa kebobolan. Keuangan rakyat yang terkuras untuk subsidi BBM, yang lebih banyak dinikmati kelas menengah ke atas," katanya.
Kebijakan menaikan harga BBM saat ini merupakan harga yang harus dibayar Presiden SBY ketika menurunkan harga BBM pada Desember 2008 dan Januari 2009, dua bulan menjelang Pemilu 2009. "Presiden SBY menurunkan harga BBM untuk kepentingan pemenangan Pemilu 2009," ungkap Faisal Basri.
Menurut dia, kenaikan harga BBM sebesar Rp1.500 per liter itu hanya akan memberikan dampak inflasi sebesar tujuh persen dalam tahun ini.
Sementara itu, Sekjen Gaikindo (Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia) Freddy Sutrisno mengatakan juga bahwa kenaikan harga BBM tidak akan mempengaruhi penjualan mobil secara signifikan. "Kami justru berharap agar kenaikan harga BBM juga diikuti oleh kualitas BBM nya sehingga rakyat Indonesia dapat menyerap mobil-mobil berkualitas di berbagai negara," katanya.
Sedangkan pengamat migas DR Kurtubi mengatakan, kebijakan pemerintah untuk membatasi penjualan BBM bersubsidi merupakan kebijakan yang kacau balau akibat kegagalan pemerintah melakukan diversifikasi bahan bakar kendaraan bermotor dari minyak ke gas.