EKBIS.CO, JAKARTA--Surat Utang Negara (SUN) di 2015 diprediksi masih menarik meski dipengaruhi, berbagai faktor baik global maupun domestik.
''SUN masih menarik sekaligus menantang. Sentimen bisa timbul dari global dan domestik,'' kata analis Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) Fakhrul Aufa, Jumat (7/11).
Secara global, SUN terutama dipengaruhi kebijakan suku bunga The Fed. Di dalam negeri, kenaikan BBM jadi catatan.
Jika Fed Rate tidak naik, maka pengaruh terkuat adalah faktor dalam negeri yakni tenana harga BBM. Dimana dampaknya akan terlihat dalam tiga bulan setelah penetapan kenaikan.
Melihat rencana penerbitan, porsi SUN masih akan besar karena terkait refinancing sebagian utang yang jatuh tempo. ''Karena jika hanya mengandalkan kas negara akan berat. Jadi pemerintah memang perlu menerbitkan surat utang baru,'' kata Fakhrul.
Secara historis dalam empat kali kenaikan BBM yang dilakukan pemerintah, imbal jasa SUN jangka menengah naik 150-200 basis poin atau 10-12 persen. Mempertimbangkan kemungkinan BBM naik Rp 3.000 per liter inflasi akan mencapai 8-9 persen.
Dampaknya akan terasa dari akhir tahun hingga awal tahun depan dan kemungkinan normal kembali pada Februari-Maret 2015. Di saat itu juga biasanya investor asing masuk sehingga terjadi capital inflow.
Melihat segala potensi kondisi tahun depan, kemungkinan imbal jasa akan naik sekitar satu setengah kali atau 100-150 basis poin Untuk SUN lima tahun jika BBM naik imbal jasa bisa 8-8,5 persen.
''Tapi SUN sekarang sedang terkoreksi. Di sisi lain sebenarnya membuat investor jangka panjang berpeluang untuk masuk,'' kata dia.
Jika The Fed jadi menaikkan suku bunga, ada potensi capital outflow dimana investor asing lebih memilih menempatkan fortofolio di wilayah yang aman dengan imbal jasa lebih baik. Apalagi 37 persen pemegang SUN saat ini adalah investor asing.
Pemerintah harus siap mengantisipasi jika investor asing melelang surat utang karena ada pengalihan fortofolio ke luar. Dari data Bursa Efek Indonesia,Surat Berharga Negara (SBN) tercatat di BEI berjumlah 94 seri dengan nilai nominal Rp1.204,41 triliun dan 540 juta dolar AS. Ada pula 5 EBA senilai Rp1.824 triliun.