EKBIS.CO, JAKARTA - Ketua Organda Eka Sari Lorena, Kamis (20/11), bertemu dengan Menteri Perhubungan untuk membahas langkah selanjutnya terkait kenaikan BBM. Dalam pertemuan ini, Organda mengajukan kebijakan terkait fiskal insentif untung angkutan umum.
Eka mengungkapkan, beban yang ditanggung operator akibat kenaikan BBM masih cukup besar. Untuk itu, lanjutnya, Organda akan menyurati Kementerian ESDM untuk meminta perlakuan yang berpihak pada angkutan umum. "Bukannya kami cengeng. Pengusaha itu nggak mungkin cengeng. Kalau cengeng dia tidak akan jadi pengusaha lagi, dia akan sudah hilang dari peredaran," jelasnya.
Eka menambahkan untuk angkutan umum AKAP non-ekonomi hingga saat ini masih mengacu pada batas atas yang ditetapkan Kementerian Perhubungan sebesar 30 persen. "Tarif kenaikan 10 persen itu untuk AKAP ekonomi," jelasnya.
Selain itu, Organda mengajukan fiskal insentif bagi angkutan umum. Insentif ini, lanjut Eka, berupa kemudahan-kemudahan terkait pajak dan bea balik nama. "Ini untuk meringankan beban angkutan umum," lanjut Eka.
Dalam pertemuan dengan Jonan, Organda mengajukan kebijakan pemberian fiskal insentif Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) dan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) tahunan bagi kendaraan bermotor dengan tanda nomor kendaraan warna dasar kuning sebesar 50 persen dari tarif yang berlaku saat ini.
Hal ini, menurut Eka, disebabkan oleh beberapa faktor selain kenaikan harga BBM. "Tanpa BBM naik pun, kami sejak tahun 2000 sudah mengajukan fiskal insentif ini," ujar Eka.
Selain kenaikan BBM, Eka menjabarkan beberapa alasan pengajuan fiskal insentif ini. Salah satu poin yang disampaikan kepada Jonan adalah melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar yan menyebabkan baikan biaya komponen suku cadang.
Selain itu, Eka menjelaskan, tingginya bunga kredit bank untuk kendaraan bermotor umum (16-25 persen) dibandingkan untuk kendaraan pribadi (8-10 persen), membuat perusaha anangkutan umum kategori kelas menengah dan kecil tidak mampu mengajukan kredit bank guna peremajaan kendaraan bermotor.