EKBIS.CO, JAKARTA -- Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Saleh Partaonan Daulay mengatakan meskipun pemerintah menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, seperti premium, tetapi harganya tetap saja mengalami kenaikan. Sebelumnya, harga premium Rp 6.500 per liter, kini menjadi Rp 7.600 per liter setelah diturunkan dari harga awal pemerintahan Jokowi pada Rp 8.500 per liter.
"Walau diturunkan Rp 900, tetap saja menyisakan kenaikan Rp 1.100. Artinya, BBM tidak pernah turun. Hanya kenaikannya dikurangi sedikit. Hasilnya, tetap naik," kata Saleh Partaonan Daulay melalui pesan elektronik di Jakarta, Ahad (4/1).
Karena itu, ketua Komisi VIII DPR itu menilai interpelasi yang digagas DPR tetap kontekstual karena banyak hal yang harus dijawab dan dijelaskan oleh pemerintah. Misalnya, program kompensasi kenaikan BBM bagi warga tidak mampu.
Saleh mengatakan banyak kartu 'penyelamat' yang dikeluarkan oleh pemerintah. Namun, ada program yang kelihatannya masih bagian dari pemerintah yang lalu. Itu perlu diperjelas agar tidak terjadi tumpang tindih.
"Contoh sederhana saja, waktu kunjungan kerja ke Sumut beberapa waktu lalu, Komisi VIII menemukan fakta bahwa pembagian kompensasi BBM masih memakai KPS-nya SBY, bukan KKS-nya Jokowi. Itu berarti programnya sama saja," kata mantan ketua umum Pemuda Muhammadiyah tersebut.
Menurut Saleh, masalah serius akan muncul ketika diketahui bahwa data penerima masih menggunakan data tahun 2011. Sementara UU mengamanatkan bahwa data penerima harus diperbaharui minimal 1 kali dalam 2 tahun. "Terkait hal itu, tentu pemerintah perlu memberikan penjelasan," ujarnya.
Selain itu, Saleh menilai penggunaan pendapatan negara dari kebijakan menaikkan harga BBM di saat harga dunia sedang turun perlu juga dipertanyakan. Pemerintah harus menjelaskan bila program itu disebut pengalihan subsidi ke sektor produktif, bagaimana bentuk programnya? Apa saja yang akan diperoleh rakyat dari pengalihan tersebut?
"Katanya mau membangun infrastruktur, irigasi, dana pendidikan, kesehatan dan lain-lain. Dulu zaman pemerintahan yang lalu, apakah hal-hal itu tidak dilakukan? Kalau kuantitasnya mau diperbanyak, itu juga perlu dijelaskan," katanya.
Bila ada penjelasan, tentu lebih mudah bagi DPR untuk melakukan pengawasan. Masyarakat pun bisa terlibat langsung untuk mengawasinya.
Karena itu, Saleh berpendapat interpelasi DPR terkait kenaikan harga BBM tetap kontekstual dan masih perlu dilanjutkan. Dengan begitu, fungsi check and balances DPR mendapatkan tempat secara proporsional. Yang lebih penting, interpelasi itu adalah hak DPR yang dijamin oleh undang-undang dan Konstitusi.