EKBIS.CO, DENPASAR -- Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Bali, Dewi Setyowati mengatakan masih besarnya biaya logistik di Bali yang ditransmisikan dalam bentuk harga jual produk yang tinggi. Hal ini merupakan dampak dari inefisiensi kegiatan logistik perdagangan di Bali.
"Kami mencatat beban logistik ini menjadi satu dari beberapa tantangan terbesar untuk mengondusifkan inflasi bagi perekonomian Bali," kata Dewi di Denpasar, Kamis (26/2).
Kegiatan distribusi barang masih banyak melalui Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya, Jawa Timur dan melalui jalur darat. Menurut Dewi, hal ini dikarenakan belum tersedianya hub pelabuhan yang memadai untuk melakukan bongkar muat barang di Bali.
Infrastruktur perhubungan pada jalur utama logistik di Gilimanuk-Denpasar juga masih sangat minim. BI mendukung penuh kebijakan pemerintah untuk memperioritaskan pembangunan infrastruktur pelabuhan di Bali, seperti pengembangan Pelabuhan Amed di Karangasem yang akan terhubung dengan Pelabuhan Mapak di Nusa Tenggara Barat.
Pemerintah pusat juga akan mengembangkan Pelabuhan Gunaksa di Klungkung, Pelabuhan , Pelabuhan Celukan Bawang di Buleleng, optimalisasi Pelabuhan Gilimanuk, serta Pelabuhan Benoa di Denpasar. Penyelesaian pembangunan infrastruktur pelabuhan tersebut akan meningkatkan konektivitas antar daerah, mendorong laju pertumbuhan ekonomi, dan menjaga stabilitas pasokan barang di Bali.
Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Bali, Bagus Jon Sujayana mengatakan biaya logistik di Indonesia menempati posisi tertinggi atau termahal di Asia, yaitu 25,4 persen. Tingginya biaya logistik karena belum optimalnya pemanfaatan transportasi lau.
"Transportasi barang masih didominasi jalur darat," kata Sujayana.
Biaya logistik di Thailand mencapai 20 persen, disusul Malaysia 17 persen, dan Singapura 11 persen. Dukungan logistik berperan meningkatkan posisi daya saing Indonesia di kancah perdagangan internasional.
Sujayana menekankan pentingnya implementasi poros maritim yang menjadi salah satu program andalan Presiden Joko Widodo. Hal ini akan meningkatkan daya saing ekspor Bali menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN akhir 2015.