EKBIS.CO, SLEMAN - Hama tikus masih jadi musuh utama bagi para petani di Kabupaten Sleman. Berbagai upaya sudah dilakukan pemerintah, termasuk melepas sepasang burung hantu sebagai pemangsa alami hewan pengerat itu. Namun hal tersebut dirasa masih kurang efektif. Ini dibenarkan oleh Kepala Bidang Tanaman Pangan Dinas Pertanian Perikanan dan Kehutanan (DP2K) Sleman, Edi Sriharmanto.
Menurutnya kondisi serangan di musim tanam periode November hingga Maret ini tergolong ringan hingga sedang. Luas serangan kali ini lebih sempit dibandingkan dengan tahun lalu. “Tahun lalu di bulan yang sama, luas serangannya mencapai 300 hektare. Pada tahun ini bisa ditekan. Sehingga wilayah serangan hama tikus dapat dipersempit,” paparnya, Senin (9/3).
Dalam hal ini, petani lebih mengandalkan aktivitas geropyokan tikus. "Sudah lima tahun burung hantu itu dilepas, tapi hasilnya tidak maksimal karena daerah buruannya sangat luas. Jadi kami lebih mengandalkan geropyokan,” tutur Ngatijo (43), petani asal desa Sumberagung, Moyudan. Menurutnya tikus bisa merusak seperempat lahan dari sepetak sawah.
“Tapi jika kuantitasnya saja berkurang karena serangan hama tikus, petani mana bisa untung. Padahal tidak semua panen hasilnya bagus dengan cuaca begini,” ujarnya.
Kemudian Ngatijo mengungkapkan, pada musim panen sebelumnya ia hanya memperoleh gabah basah kurang dari 5 kwintal per petaknya. Jumlah tersebut tidak dapat menutupi modal petani yang mencapai Rp 3 sampai 5 juta per petaknya. Selain itu, petani masih terhimpit harga gabah yang rendah. Harga gabah basah Rp 4.200 per kilogram, untuk jenis IR 64 dan Ciherang. Sementara harga gabah kering dipatok Rp 5.100.
Saat ini seluas 92 hektare lahan tanam padi di Kabupaten Sleman terdampak serangan hama tikus. Serangan hama itu tersebar di enam kecamatan kabupaten bagian barat yang merupakan basis pertanian. Edi Sriharmanto menyebutkan keenam kecamatan tersebut antara lain Moyudan, Minggir, Godean, Gamping, Sayegan, dan Mlati. Serangan paling luas berada di Kecamatan Godean yang mencapai 46 hektare lahan tanam padi.
“Disusul Moyudan 15 hektare, Minggir 13 hektare, Gamping 10 hektare, Mlati 5 hektare, dan Sayegan 3 hektare,” ungkapnya.
Kepala DP2K Kabupaten Sleman, Widi Sutikno pun mengatakan hama tikus masih menjadi permasalahan yang serius di wilayah basis pertanian. Padahal potensi panen yang bisa dihasilkan cukup besar, rata-rata 6,1 ton per hektare. Sedangkan potensi lahan siap panen seluas 5.300 hektare.
Ia menjelaskan geropyokan tikus secara masal merupakan upaya paling efektif dalam menekan jumlah populasi tikus. Karena selain menekan serangan, gerakan tersebut juga mempersempit habitat tikus. Selain geropyokan tikus secara masal, upaya lainnya adalah penggunaan pola tanam dua kali padi satu kali palawija. Namun pola tanam ini hanya efektif untuk basis pertanian di wilayah Sleman timur. Sebab di bagian barat, aliran air lebih banyak saat musim kemarau.