EKBIS.CO, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan mengaku bertekad untuk terus maju menggabungkan atau merger Bank BUMN Syariah. Hal tersebut ditegaskan Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad.
Diakuinya kajian perlu dilakukan agar merger memberi nilai tambah, tak sekadar penggabungan semata. Dimana tujuannya tak hanya sekedar menggabungkan akan tetapi meningkatkan manfaat.
Mengenai sejauh apa bahasan merger ini, Muliaman hanya mengatakan sedang dibicarakan dengan Menteri BUMN.
Peneliti ekonomi syariah dari Karim Consulting Indonesia, Adiwaman Azwar Karim mengapresiasi tekad OJK yang mau terus maju menggabungkan bank-bank BUMN syariah. ''Bagus kalau OJK mau maju terus,'' kata Adiwarman.
Sebelumnya, dalam diskusi ekonomi syariah yang digelar Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) beberapa waktu lalu, ia memberi beberapa catatan hasil kajiannya soal merger bank-bank syariah ini.
Pertama, jika merger bank-bank syariah BUMN dilakukan saat itu dengan aset total masih Rp110 trilun, lebih banyak mudharat dibanding manfaatnya. Setiap merger pun pasti diiringi masa konsolidasi tiga tahun yang membuat aset mengerut dan tidak ekspansi. Juga potensi resistensi internal bank-bank syariah.
Ia merekomendasikan, otoritas mengharuskan induk membesarkan dulu anak bank syariahnya sampai asetnya 20 persen induk. Tahap ini direkomendasikan berjalan pada 2015-2018.
Saat aset masing-masing bank BUMN syariah sudah 20 persen dari induknya, total aset akan sudah melampaui Rp110 triliun, barulah merger dilakukan. Pemerintah juga harus menambahkan modal sehingga pemegang sahamnya empat bank induk plus pemerintah. Tahap ini direkomendasikan dilaksanakan pada 2018-2020.
Pengamat ekonomi syariah Syafi'i Antonio mengungkapkan, jika tujuan merger untuk membentuk bank syariah besar, maka upayanya tidak hanya bank BUMN syariah. Akan tetapi juga Bank Pembangunan Daerah (BPD) syariah dan konversi.