EKBIS.CO, JAKARTA -- Harga jual BBM jenis premium dinilai masih di bawah harga keekonomian. Direktur Reforminer Institute Komaidi Notonegoro menghitung, harga keekonomian premium saat ini sebesar Rp 8.200 hingga Rp 8.500, dengan menggunakan asumsi harga minyak mentah Indonesia senilai 52 dolar AS per barel dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sebesar Rp 13 ribu.
"Ketemunya di situ, itu sudah termasuk komponen biaya angkut, pajak, margin, dan lainnya," jelas Komaidi, Ahad (29/3).
Dia menyebut, dengan harga keekonomian sebesar itu dan harga jual saat ini Rp 7.400, maka Pertamina masih merugi apabila pemerintah tidak ada subsidi yang ditetapkan di dalam APBN.
"Tentu harus ada pihak yang menganggung. Karena pelaksananya adalah Pertamina, dugaan saya yang menanggung adalah Pertamina. Ini seperti yang disampaikan DPR, selisih ini siapa yang mau menanggung?" ujarnya.
Untuk itu Komaidi menyebut bahwa dari awal harus ada kejelasan. Karena menurutnya, apabila Pertamina merugi maka akan melanggar UU Perseroan atau UU BUMB, mengingat tugas pokok BUMN adalah mencari keuntungan.
"Keputusan pemerintah menetapkan di bawah harga keekonomian menurut saya juga ada pertimbangannya, daya beli masyarakat, karena peran pemerintah memang demikian, tapi ada masalah internal yang harus diselesaikan, yaitu siapa yang menanggung ini," katanya.
Mengenai target pemerintah untuk melepas harga BBM kepada pasar, Komaidi meminta pemerintah untuk lebih efektif dalam melakukan komunikasi dan sosialiasi. Karena, menurutnya, kekhawatiran masyarakat akan naiknya harga bahan pokok masih sangat besar.