EKBIS.CO, JAKARTA -- Kepala Biro Humas dan Kerja sama Internasional Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Yudi Ramdan Budiman mengatakan, sebanyak 37 PDAM belum memiliki sistem penagihan atau billing yang memadai. Pasalnya masih banyak PDAM yang belum mempunyai database pelanggan yang akurat dan mutahir.
"Sebanyak 54 PDAM menyusun anggaran biaya tanpa menggunakan standar biaya masukan dan 45 PDAM tidak melakukan analisis atas varian biaya," ujar Yudi di Jakarta, Selasa (12/5).
Yudi mengatakan, sebanyak 39,42 persen PDAM mempunyai tarif yang belum memenuhi full cost recovery, akibatnya keberlangsungan penyediaan air bersih tidak berjalan efisien. Seharusnya PDAM diberikan subsidi atau penyertaan modal dari pemda, agar keberlangsungan pengelolaan air bersih dapat berjalan dengan baik .
BPK mencatat, terdapat 65 pemda belum memberikan penambahan penyertaan modal yang memadai. Sedangkan, 32 pemda meminta deviden kepada PDAM meskipun cakupan pelayanannya belum mencapai 80 persen.
"PDAM tidak punya kemampuan investasi, karena dibebankan dengan biaya deviden ke pemda. Seharusnya pemda tidak menargetkan deviden sebelum cakupan pelayanan PDAM mencapai 80 persen," ujar Yudi.
Yudi menambahkan, BPK memberikan rekomendasi agar pemerintah membuat kebijakan dan strategi pembenahan PDAM yang kurang sehat secara terstruktur. Apabila diperlukan, dibuat sebuah badan atau lembaga nasional yang dibentuk di bawah Kementerian Dalam Negeri, untuk mengidentifikasi masalah penyediaan air bersih.
Selain itu, bupati/walikota diharapkan memerhatikan prinsip full cost recovery dalam penetapan tarif air minum PDAM. Pemda juga harus mengkaji perlunya memberikan dukungan penyertaan modal dan subsidi tarif sesuai dengan kemampuan keuangan daerah. Sementara, PDAM perlu mengenakan tarif air minum sesuai dengan klasifikasi pelanggaan yang ditetapkan dalam ketentuan kepala daerah.