EKBIS.CO, JAKARTA -- Beragam upaya pemerintah memulihkan kondisi perekonomian nasional dinilai belum cukup efektif. Bahkan, Bank Indonesia dengan segala upayanya saat ini malah tampak kehabisan daya untuk memulihkan nilai tukar sekaligus mengkatrol pertumbuhan ekonomi hingga lima persen.
"Upaya otoritas kita masih kurang cukup untuk upaya pemulihan, belanja pemerintah di kuartal kedua juga tidak terlalu tumbuh signifikan," kata pengamat ekonomi dari The Indonesia Economic Intelligence (IEI) Sunarsip dihubungi pada Kamis (11/6).
Bahkan, lanjut dia, cadangan devisa negara dalam lima bulan terakhir cenderung melemah yakni di Januari sebanyak Rp 114 miliar lantas menurun per 10 Mei menjadi tinggal Rp 110 miliar.
Memperbaiki hal tersebut, pemerintah perlu mengidentifikasi akar permasalahan yang berasal dari i ternal dan eksternal. Dari internal, kata dia, pelemahan disebabkan realisasi belanja pemerintah yang turun drastis dibanding tahun lalu. Investasi tidak seperti yang diharapkan karena pertumbuhannya melemah. Selain itu, konsumsi rumah tangga juga melemah karena harga kebutuhan pokok yang relatif melambung akibat pasokan kurang dan distribusi berantakan.
Konsumsi rumah tangga di kuartal pertama 2015 di bawah 5 persen. Ini lebih buruk dbandingkan dengan kuartal pertama tahun lalu, di mana tingkat konsumsi rumah tangga ada di posisi tumbuh 6 persen.
Dari sisi eksternal, lanjut dia, kinerja perdagangan juga menurun. Hal tersebut tampak dari angka pertumbuhan ekspor yang turun 10 persen dibandingkan tahun lalu pada periode kuartal pertama. Begitu pun impor yang melemah menandakan belanja modal juga melemah.
Maka yang perlu dilakukan ialah meningkatkan realisasi belanja pemerintah. Sebab ia merupakan lokomotif dan indikasi bahwa pemerintah serius dalam merealisasikan sejumlah kebijakannya. "Kalau serius, nanti akan direspons dunia usaha agar ia meningkatkan investasinya, kuncinya ada di pemerintah bagaimana meningkatkan kualitas dan kuantitas belanja mereka," tutur dia.
Nilai tukar juga mesti dikembalikan ke angka yang wajar. Rp 13.400 sekarang ini menurutnya tidak wajar untuk kesehatan industri nasional. Pengembalian nilai tukar rupiah idealnya di angka Rp 12.500 dengan tingkat stabilitas tinggi alias jangan berfluktuasi.