EKBIS.CO, JAKARTA -- Wacana pemerintah untuk memberlakukan tax amnesty dinilai tidak tepat momentum. Lebih lanjut, bila diberlakukan, kebijakan pengampunan pajak justru akan jadi bumerang bagi penegakan hukum.
Menurut pakar perpajakan Universitas Indonesia (UI) Haula Rosdiana, pemerintah belum perlu untuk mengeluarkan kebijakan tax amnesty, meskipun penerimaan dari sektor pajak masih jauh dari target.
"Saya tidak melihat bahwa ini ada urgensi sama sekali, tax amnesty ini," ujar Haula Rosdiana, Rabu (1/7) dalam acara diskusi di Kantor ICW, Jakarta.
Kebijakan tax amnesty sendiri, menurut Haula, bukanlah kebijakan yang haram diterapkan. Namun, tegas dia, cara pemerintah mewacanakan tax amnesty justru bertentangan dengan semangat esensial kebijakan ini. Yaitu, agar mampu membuat jera para wajib pajak yang manipulatif.
"Ini kan sudah digembar-gemborkan akan adanya tax amnesty, wajib pajak itu sudah malah mengantisipasi," kata dia.
Haula menegaskan, keberhasilan tax amnesty tidak boleh diukur semata-mata dari seberapa banyak dana yang dihimpun pemerintah. Sebab, tax amnesty adalah kebijakan yang harus berefek jangka panjang.
Yakni, tutur Haula, membangun kepatuhan wajib pajak agar tidak lagi memanipulasi besaran pajak yang mesti dibayarkan. Dengan tax amnesty, pemerintah akan memiliki data terkini tentang jumlah kekayaan sebenarnya yang dimiliki seorang wajib pajak.
Termasuk, besar kekayaan yang sebelumnya ditutup-tutupi dari kewajiban membayar pajak."Jadi tambahan kekayaan yang belum dikenakan pajak itu adalah objek pajak," jelas dia.