Senin 10 Aug 2015 20:54 WIB

Menteri Susi Minta Impor Garam Industri Dibatasi

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
  Pekerja memanen garam di desa Santing, Kecamatan Losarang, Indramayu, Jawa Barat, Senin (22/6).   (Antara/Dedhez Anggara)
Pekerja memanen garam di desa Santing, Kecamatan Losarang, Indramayu, Jawa Barat, Senin (22/6). (Antara/Dedhez Anggara)

EKBIS.CO, JAKARTA - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti meminta kepada Kementerian Perdagangan untuk membatasi kuota impor garam industri. Susi menilai, belum adanya pembedaan pos tarif atau HS untuk garam industri aneka pangan, dikhawatirkan justru akan terjadi penyalahgunaan izin.

Selain itu, Susi juga menilai adanya impor garam industri untuk aneka pangan juga akan memberikan celah bagi penyalahgunaan garam impor untuk garam konsumsi.  "Pengawasan terhadap distribusi dan pengunaan yang tidak ketat akan memungkinkan penyalahgunaan dan merembesnya garam impor ke pasar," ujar Susi di kantornya, Senin (10/8).

Susi juga meminta adanya revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 58 tahun 2012 tentang Ketentuan Impor Garam lantaran dinilai bisa merugikan petani kecil. Susi mengatakan, impor garam yang dilakukan satu bulan setelah masa panen hanya akan menyebabkan kelebihan suplai garam di masyarakat yang membuat harga garam petani anjlok.

Dalam peraturan tersebut, dikatakan bahwa importir dilarang mengimpor garam konsumsi dalam masa satu bulan sebelum masa panen raya hingga dua bulan sesudah panen. Namun, Susi mengatakan bahwa jarak singkat antara penghentian impor dan panen raya akan menyebabkan garam berlimpah dan membuat harga garam konsumsi produksi petani turun di pasaran.

"Terkesan para importir garam ini tidak mempedulikan para petani, sehingga harga jatuh di pasaran. Apalagi harga garam impor sangat murah," ujarnya.

Akibatnya, lanjutnya, harga garam kualitas I dan kualitas III untuk harga impor di kisaran Rp 500-an, sedangkan harga garam domestik juga ikut menyesuaikan ke angka Rp 300 hingga Rp 375 per kg.

Berangkat dari kondisi di atas, Susi menginginkan bahwa importasi garam konsumsi dilarang secara penuh dan memperketat pengawasan importasinya agar harga garam domestik bisa terjaga. Dengan kata lain, Susi juga menginginkan

Susi juga ingin importasi garam industri dikurangi 50 persen dari kuota yang ada. Hal ini, karena seharusnya industri aneka pangan dalam negeri sudah bisa dipenuhi dengan produksi garam pangan lokal.

"Memang kalau produksi garam kita disuruh penuhi semua industri belum cukup. Tapi kalau untuk industri aneka pangan sangat cukup," katanya.

Sementara itu, Direktur Utama PT Garam Usman Perdana Kusuma menyebutkan bahwa pihaknya akan menggunakan anggaran Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 222 miliar untuk menyerap garam rakyat. Sayangnya, hingga Agustus ini dana PMN untuk PT Garam senilai total Rp 300 miliar belum bisa turun.

Usman menyebut, secara produksi, petani garam lokal sebetulnya sudah bisa memasok untuk kebutuhan konsumsi nasional ditambah dengan kebutuhan garam industri aneka pangan. "Penyerapan dilakukan untuk agar harga tidak jatuh. Dan agar impor tidak dibuka lebar. Untuk garam lokal untuk semua kebutuhan industri tidak akan cukup. Tapi untuk aneka pangan saja cukup," katanya.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat bahwa jumlah impor garam pada 2014 tercatat 2,2 juta ton. Sedangkan hingga semester I tahun ini, Indonesia sudah mengimpor 405 ribu ton, atau 18,4 persen dari realisasi impor tahun lalu.

KKP sendiri memprediksi kapasitas produksi garam nasional hingga akhir 2015 bisa mencapai 4 juta ton, atau naik sebesar 56,8 persen dibanding 2014 yang sebesar 2,55 juta ton per tahun. Sedangkan kebutuhan garam nasional pada tahun lalu mencapai 4,01 juta ton per tahun yang terdiri dari 2,05 juta ton kebutuhan garam industri dan 1,96 juta ton garam konsumsi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement