EKBIS.CO, JAKARTA -- Ekonom Drajad Wibowo menyatakan pemerintah mesti sigap dalam menghadapi pelemahan rupiah yang semakin mengkhawatirkan. Dirinya meminta agar pemerintah fokus di tiga sektor, yakni fiskal, moneter, dan kemudahan investasi.
Drajad menyatakan, kebijakan fiskal kaitannya dengan APBN 2015 sekarang. Dalam pandangan pelaku pasar di luar negeri, APBN 2015 sudah kedodoran. "Ini yang perlu dijawab melalui paket fiskal yang bisa menjawab kegelisahan pasar," jelasnya dalam diskusi di daerah Cikini, Sabtu (29/8).
Sebagai misal terkait kebocoran penerimaan pajak harus diantisipasi dengan langkah kongkrit. Misalnya dengan mempercepat bank data pajak sesuai pasal 35A tentang Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Selain itu, bisa dengan optimalisasi aset yang bisa ditagih.
Atau, kata dia, pemerintah bisa juga dengan melakukan IPO saham portofolio milik Indonesia. Sifatnya memberi sinyal kalau pemerintah pede dengan kondisi ekonominya. Sehingga ini akan direspon positif oleh pasar.
Langkah kedua terkait mempermudah proses bisnis bagi investor yang hendak menanamkan modalnya di Indonesia. Dia memberi contoh kongkrit di India. "Meski ada turbulensi ekonomi global, mereka tak terlalu terkena efek buruknya," jelasnya.
Di India, ungkap Drajad, izin dan birokrasi dalam mendirikan usaha simpel dan mudah. Dengan kebijakan ini menjadi wajar banyak investor berlomba-lomba membangun pabriknya di sana. Kondisi seperti ini belum terjadi di Indonesia.
Yang terakhir, optimalisasi peran Bank Indonesia (BI). Menurut Drajad, saat ini BI cenderung bermain aman. Yakni, mengantisipasi pelemahan rupiah sebatas masuk di kebijakan administrasi semata. "Yakni hanya melarang penggunaan dolar saat melakukan transaksi bisnis," jelasnya.
Padahal BI bisa melakukan lebih dari itu. Misalya, BI mengeluarkan cadangan devisanya sebesar 1 miliar dolar untuk operasi moneter. Ini agar rupiah kembali menguat. "Namun BI sepertinya takut rugi. Karena kebijakan itu akan mengurangi modal keuangan milik BI," jelasnya.