EKBIS.CO, JAKARTA--Pemerintah harus bisa menjamin sapi-sapi impor yang datang dari negara mana pun ke Indonesia bebas penyakit mulut dan kuku (PMK). Terlebih, ada ancang-ancang untuk membuka keran impor sapi indukan dan bakalan dari negara yang belum dinyatakan bebas PMK.
Direktur Kesehatan Hewan Ditjen PKH Kementan Ketut Diarmita mengaku ingin sangat berhati-hati ketika kelak kebijakan pendatangan sapi dari negara yang belum dinyatakan bebas PMK terealisasi. "Jelas beresiko, tentu kita sangat berhati-hati, penyakit bisa saja masuk ke Indonesia," katanya.
Diuraikannya, pengamanan akan dilakukan pertama-tama dengan menganalisis negara calon pengimpor. Meskipun misalnya satu negara dinyatakan belum bebas PMK, tapi kemungkinan suatu zona di kawasan tertentu di dalam negara tersebut dinyatakan bebas PMK bisa saja terjadi. Seperti rabies, misalnya. Di Indonesia saja, ada wilayah yang bebas rabies dan ada yang tidak.
Setelah memastikan keamanan di negara asal, sapi tak langsung masuk Indonesia. Ia harus dikarantina dulu di pulau yang saat ini dipersiapkan di kawasan Bangka Belitung. "Idealnya kita butuh 3 pulau karantina untuk pintu gerbang wilayah timur, barat dan tengah," katanya.
Sambil berjalan, pemerintah harus menyiapkan piranti pendukung di antaranya laboratorium dan sumber daya manusia. Ia mengaku belum menghitung dan memperkirakan potensi bahaya dan ancamannya ketika sapi impor berdasarkan zonasi masuk Indonesia. Tapi, segala kemungkinan buruk perlu diantisipasi.
Berdasarkan catatan Kementan, terdapat 31 negara alternatif impor sapi yang telah dinyatakan bebas penyakit mulut dan kuku (PMK) dan bebas penyakit sapi gila. Hal tersebut dinyatakan oleh Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (Office International des Epizooties/OIE).