Kamis 29 Oct 2015 20:00 WIB

Indonesia Pelajari Aturan Main Dalam TPP

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nidia Zuraya
Ekspor Impor (ilustrasi)
Foto: Republika
Ekspor Impor (ilustrasi)

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Direktur Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Bachrul Chairi mengatakan, Indonesia belum memberikan keputusan untuk bergabung dengan Trans Pacific Partnership (TPP). Sampai saat ini, pemerintah Indonesia masih mempelajari poin-poin yang ada dalam TPP tersebut.

"Kita tentunya harus pelajari dulu teksnya, seberapa dalam liberalisasinya," ujar Bachrul kepada Republika, Kamis (29/10).

Bachrul menjelaskan, kesepakatan perdagangan TPP cukup penting namun Indonesia belum siap untuk berpartisipasi karena perjanjian ini memiliki aspek liberalisasi yang sangat dalam dan luas. Menurut Bachrul, sebagai ilustrasi, dampak langsung jika Indonesia mengikuti TPP antara lain harus dapat menyetujui tidak ada provisi content special and differential treatment untuk negara berkembang sehingga tidak ada technical cooperation

Selain itu, dampak lainnya yakni liberalisasi barang impor maupun ekspor melalui eliminasi tarif dan pajak ekspor. "Sehingga program pemerintah untuk menjalankan hilirisasi melalui pengenaan pajak ekspor tidak diperbolehkan, padahal GATT membolehkan," kata Bachrul. 

Tak hanya itu, dalam perjanjian tersebut juga disebutkan liberalisasi investasi dengan syarat yang berat yakni tidak ada penggunaan bahan baku lokal dan no export performance sesuai Perjanjian Trims WTO Performance. Hal tersebut dapat menjadi kerugian, pasalnya Indonesia saat ini sedang menggiatkan penggunaan local content dan investasi untuk tujuan ekspor. 

Pada TPP ada provisi hak investor untukk mengajukan kebijakan pemerintah ke arbitrase internasional. Menurut Bachrul, hal ini bertentangan dengan undang-undang investasi yang menyatakan jika ada dispute, harus diselesaikan oleh investor dan pemerintah. Artinya, harus ada persetujuan kedua pihak untuk diselesaikan. 

"TPP juga mensyaratkan liberalisasi jasa dengan pendekatan negatif list seperti investasi barang, jika ini dilakukan maka investasi jasa akan diperlakukan seperti investasi barang," ujar Bachrul.

Menurut Bachrul adanya syarat liberalisasi jasa tersebut, business visitor sejak melakukan pre-establishment investasi harus diprotektif seperti investor. Padahal, sistem investasi Indonesia hanya menganut post-establishment. Artinya, investor yang melakukan investasi baru berhak mendapatkan proteksi. 

Bachrul mengatakan, liberalisasi jasa menurut GATs masih diperbolehkan limitasinya pada market akses dan domestik regulasi. Selain itu, dalam GATs tidak ada sengketa antara investor dengan negara dan hanya ada penyelesaian sengekat antarnegara. 

Apabila Indonesia ingin bergabung ke TPP maka harus melakukan reformasi ekonomi dan regulasi seperti yang dilakukan oleh Vietnam dan Malaysia. Sementara, untuk saat ini Indonesia belum punya komitmen relaksasi kebiijakan atau belum siap untuk melakukan perundingan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement