Kamis 17 Dec 2015 16:53 WIB

Rupiah tak Bisa Kembali ke Rp 13 Ribu per Dolar AS

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Nidia Zuraya
 Karyawati menghitung mata uang rupiah di salah satu tempat penukaran valuta asing di Jakarta, Selasa (15/12).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Karyawati menghitung mata uang rupiah di salah satu tempat penukaran valuta asing di Jakarta, Selasa (15/12).

EKBIS.CO, JAKARTA -- Bank Sentral Amerika Serikat, Federal Reserve (The Fed), telah mengakhiri ketidakpastian dengan menaikkan tingkat suku bunganya sebesar 0,25 persen. Namun rupanya kepastian ini tidak membawa pengaruh besar bagi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

"Wajar kalau rupiah masih tetap di angka Rp 14 ribu karena permintaan dolar AS di akhir tahun cukup tinggi," kata Direktur Eksekutif Institute Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (17/12).

Sebaliknya, rupiah pun juga tidak akan berfluktuasi hebat hingga menyentuh level Rp 15 ribu. Enny mengatakan kepastian yang ada saat ini membuat rupiah berada dalam keseimbangan baru.

Namun yang menjadi persoalan adalah untuk satu hingga dua tahun ke depan adalah terbatasnya pasokan dolar AS. Pasokan dolar AS banyak berasal dari ekspor, di satu sisi akan sulit bagi Indonesia mengalihkan ekspor dari 80 persen komoditas ke bentuk produk dalam waktu singkat.

Sekalipun pemerintah sekuat tenaga melakukan hilirasi, tetap saja hasilnya tidak akan mungkin selesai di 2016. Artinya, ekspor Indonesia pada tahun depan tidak akan terlalu tinggi. "Ekspor 2016 bisa positif saja sudah syukur karena di tahun ini minusnya tinggi. "Itu yang menyebabkan pasokan dolar AS masih sangat terbatas," ujar Enny.

Apalagi, lanjut Enny, kebijakan devisa hasil ekspor (DHE) Indonesia belum efektif sehingga turut memunculkan risiko nilai tukar tetap di angka Rp 14 ribu. Belum lagi jika nanti ada tekanan capital out flow.

Sebaliknya, apabila pemerintah berkomitmen menarik investasi langsung dari luar negeri dengan efektif maka akan ada realisasi cepat sehingga jadi dorongan untuk penguatan rupiah. Minat investor dan persetujuan investasi memang bisa cepat, namun persoalannya adalah hilirisasi memiliki jeda waktu.

Selain itu, berbagai macam persoalan investasi seperti penyediaan energi dan infrastruktur tidak bisa dilakukan dalam waktu pendek. "Hal-hal ini yang sebenarnya menjadi alasan rupiah masih berada di kisaran cukup tinggi Rp 14 ribu," kata dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement