EKBIS.CO, JAKARTA -- Perburuan dan pembunuhan ikan hiu masih marak di sejumlah kawasan Indonesia. Perburuan yang terbaru terjadi di kepulauan Raja Ampat, Papua pada 27 Desember 2015 lalu. Di kawasan menyelam yang kaya dengan keanekaragaman hayati dan dilindungi tersebut, ditemukan bangkai hiu dengan sirip yang telah hilang. Dua ekor bangkai hiu itu ditemukan di spot, Blue Magic, pada kedalaman 16 meter.
Kepala Unit Pelaksana Teknis Kawasan Konservasi Perairan Daerah pada DKP Raja Ampat (UPTD BLUD KKLD Raja Ampat) Adrian Yusuf Kaiba dalam siaran pers menerangkan, praktik perburuan hiu melanggar Peraturan Daerah Nomor 9/2012 tanggal 22 Oktober 2012 tentang larangan penangkapan ikan hiu, pari manta, dan jenis-jenis ikan tertentu di perairan laut Raja Ampat.
“Masyarakat juga sudah tahu soal peraturan ini dari hasil sosialisasi di tingkat kabupaten," kata dia, Jumat (15/1). Dalam Perda disebut, sejumlah hiu yang dilindungi di antaranya jenis whale sharks, bintang hiu gurano bintang, thresher sharks (alopiidea), macherel sharks (limnidae), pristidae, rhyncobatidae, rhinidae, ginglymostomatidae, sphyrinidae, carcharhininidae, bamboo sharks (hemiscyllidae, mandemor/kalibia), scylirhinidae, dan stegostomatidae.
Sejak 20 Februari 2013, peraturan yang dideklarasikan di Waisai itu menetapkan Kabupaten Raja Ampat dengan seluruh wilayah perairan seluas 4 juta hektar sebagai wilayah perlindungan hiu. Raja Ampat kini sama seperti Palau, Kepulauan Maldives, Bahama, Honduras, Kepulauan Marshall, dan Tokelau, sebuah kawasan yang berkomitmen tidak memburu atau menangkap hiu.
Pencegahan perburuan dan pembunuhan hiu harus lebih diketatkan. Hal ini karena, permintaan sirip hiu masih tinggi untuk diperjualbelikan. Data WWF menyebut, 109 ribu ton sirip hiu dunia per tahun berasal dari Indonesia dan 74 ribu ton berasal dari India per tahun.
Ketua Eco Diver Journalists Jekson Simanjuntak menerangkan, permintaan sirip hiu meningkat untuk menu jamuan besar. Itu sebabnya perburuan hiu marak terjadi sejak dua pekan sebelum akhir tahun, mengingat ada banyak hari libur dan perayaan yang terjadi di bulan Desember. "Di banyak negara, seperti Cina, jamuan hiu masih banyak dipilih sebagai menu utama, di hari-hari istimewa,” ujarnya.
Kejadian di Raja Ampat, kata dia, bukanlah yang pertama. Perburuan hiu secara masif pernah terjadi ketika kapal-kapal ilegal pencari ikan masih bersileweran di perairan Raja Ampat.
Namun sejak banyak kapal yang dibakar, penangkapan hiu mulai berkurang. Terakhir penangkapan hiu besar-besaran terjadi pada 2015 awal. Saat kapal-kapal asing masih beroperasi. Setelah ditangkap, tidak ada data lagi soal penangkapan hiu.
Oleh karena itu, Eco Diver Journalists menyerukan kepada pemerintah pusat dan daerah agar melakukan pengetatan pengelolaan hiu, mengingat keberadaan biota itu sangat penting untuk menjaga ekosistem laut. Terlebih jumlah spesies ikan ini telah mengalami penurunan lebih dari 75 persen, bahkan untuk jenis tertentu mencapai 90 persen atau lebih.
Data FAO mengungkap, Indonesia menangkap sekitar 13 persen total tangkapan hiu dunia. Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut telah terjadi peningkatan pada ekspor daging hiu, yakni 1.746,6 ton pada 2012, 1.954,5 ton pada 2013, dan 2.280,2 ton pada tahun 2014.