EKBIS.CO, JAKARTA -- Serikat Petani Indonesia (SPI) menyoroti kenaikan harga komoditas pangan seperti beras dan daging yang terjadi pada akhir Januari 2016 sekaligus menyebutkan bahwa terdapat kesalahan dalam sisi persediaan, rantai pasok, maupun distribusinya.
"Pemerintah harus mulai evaluasi stok beras Bulog, karena stok minimum saat ini gampang diakali pedagang. Tingkat konsumsi kita besar, seharusnya Bulog memiliki cadangan yang lebih signifikan," kata Ketua Umum SPI Henry Saragih dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Senin (1/2).
SPI menyebutkan fenomena gejolak harga pangan ini bukan yang pertama Indonesia alami. Tercatat di awal tahun 2015 harga beras juga mengalami gejolak.
Terkait dengan komoditi beras, harga cenderung naik apabila pemerintah tidak memiliki cadangan stok (buffer stock) yang cukup. SPI menyebutkan bahwa cadangan beras untuk negara lain yang masyarakatnya mengonsumsi beras relatif lebih tinggi dibandingkan Indonesia. Misalnya, Thailand memiliki cadangan sekitar 17 juta ton dari 67 juta jiwa populasi, Malaysia 300 ribu ton dari 30 juta jiwa, dan Filipina 930 ribu ton dari 102 juta jiwa.
Sedangkan cadangan beras Indonesia sekitar 1,3 juta ton dari total 250 juta jiwa, atau satu banding 192. "Dari perbandingan ini, selayaknya Bulog punya cadangan 2,5 hingga 5 juta ton beras," kata Henry.
Dia berpendapat agar pemerintah membentuk badan pangan nasional sesuai UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. "Badan pangan nasional ini, sesuai dengan amanatnya, harus langsung ke presiden supaya kedaulatan pangan tercapai. Pemerintah juga perlu mengkaji dampak kekeringan yang masih dialami beberapa daerah," ungkap dia.
Menurut Henry, Bulog harus dikembalikan fungsinya sebagai badan penyangga pangan nasional dan melengkapi perangkatnya operasionalnya agar mempunyai stok pangan yang besar dan sanggup menjangkau seluruh daerah. Kemudian, Kementerian Pertanian perlu segera memperbaiki data produksi pertanian dan peningkatan produksi pertaniannya dengan menjalankan pembaruan agraria dan mengembangkan pertanian yang ekologis untuk memenuhi kebutuhan nasional.
"Akhirnya, aparat kepolisian tinggal mencari spekulan, karena spekulan ini yang menjadi dalang kenaikan harga pangan pada 2008 lalu," ungkap Henry.