EKBIS.CO, NEW YORK -- Harga minyak dunia jatuh lagi pada Selasa (Rabu pagi WIB), setelah Badan Energi Internasional (IEA) memperingatkan harga bisa turun lebih lanjut karena meningkatnya kelebihan pasokan dan melemahnya pertumbuhan permintaan global.
Patokan AS, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Maret turun 1,75 dolar AS (5,9 persen) menjadi berakhir di 27,94 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange. Di London, minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman April, patokan minyak mentah Eropa, turun menjadi 30,32 dolar AS per barel, merosot 2,53 dolar AS (7,7 persen) dari penutupan Senin (8/2). Kedua kontrak WTI dan Brent telah jatuh lebih dari tiga persen pada Senin.
IEA, dalam laporan bulanannya Selasa, memperkirakan surplus minyak dunia akan lebih besar dari perkiraan sebelumnya pada semester pertama 2016. OPEC dinilai bertanggung jawab atas melimpahnya pasokan yang memukul pasar. Sementara, Arab Saudi, Irak, dan pembebasan sanksi Iran memperbesar pasokan minyak pasar. "Dengan pasar sudah dibanjiri minyak, sangat sulit untuk melihat bagaimana harga minyak dapat naik secara signifikan dalam jangka pendek," katanya.
IEA mempertahankan pandangan bahwa pertumbuhan permintaan global akan berkurang di 2016 menjadi 1,2 juta barel per hari dari 1,6 juta barel per hari pada 2015. Akhir bulan lalu, harga sempat mengalami reli didukung spekulasi bahwa Rusia, produsen minyak terbesar dunia, dan 13 negara dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) akan membahas pemotongan produksi terkoordinasi. Namun IEA mengatakan bahwa "kemungkinan pemotongan terkoordinasi sangat rendah."
Matt Smith dari ClipperData mencatat bahwa laporan prospek jangka pendek Departemen Energi AS (DoE), juga dirilis Selasa, memberikan gambaran serupa atas pasar. "Jadi kombinasi dari kedua laporan tersebut mungkin membuat harga minyak mentah ke serendah 20-an dolar AS lagi," katanya.
WTI pada Januari turun di bawah 28 dolar AS per barel untuk pertama kalinya sejak September 2003. Produksi minyak OPEC rata-rata 31,6 juta barel per hari tahun lalu, meningkat 0,8 juta barel per hari dari 2014, dipimpin oleh kenaikan produksi di Irak dan Arab Saudi, menurut prospek energi jangka pendek DoE, Selasa.