Ahad 06 Mar 2016 18:54 WIB

OJK Dorong Keuangan Syariah Biayai Infrastruktur

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nur Aini
 Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D. Hadad menjadi pembicara dalam bedah buku
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D. Hadad menjadi pembicara dalam bedah buku "Sustainable Financing" di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (4/12). (Republika/Agung Supriyanto)

EKBIS.CO, JEDDAH -- Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman Hadad mengatakan, keuangan syariah memiliki potensi untuk mendukung dan meningkatkan kontribusi terhadap perekonomian global melalui pembiayaan infrastruktur. Sebab, ada kesenjangan antara kebutuhan infrastruktur dan kapasitas pemerintah untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur tersebut.

“Saat ini industri keuangan syariah di Indonesia dianggap paling komprehensif dalam hal infrastruktur kelembagaan. Kami memiliki 12 bank syariah, 22 Islamic windows, dan 163 BPRS dengan total aset perbankan syariah sekitar 22 miliar dolar AS,” ujar Muliaman dalam keterangan tertulisnya, Ahad (6/3).

Muliaman menambahkan, saat ini lembaga keuangan silam tidak hanya terlibat dalam kegiatan skala tradisional dan kecil namun berpotensi untuk masuk ke dalam pembiayaan infrastruktur. Apalagi, kontribusi belanja pemerintah dalam pembangunan infrastruktur terus menurun. Ke depan, sektor swasta diharapkan memiliki peran lebih besar dalam pembiayaan pembangunan infrastruktur. Menurut Muliaman, peluang ini harus ditangkap oleh keuangan syariah terutama di negara-negara berkembang.

“Indonesia telah mengambil langkah bersama dengan Turki dan Islamic Development Bank untuk mendirikan Bank Infrastruktur Islam pertama yang bertujuan untuk memberikan pembiayaan infrastruktur,” kata Muliaman.

Selain itu, Indonesia juga telah membentuk Indonesia Infrastructure Guarantee Fund (IIGF) pada Desember 2009. Muliaman mengatakan, IIGF menjadi satu-satunya lembaga yang melakukan penilaian, penataaan, proses pembayaran klaim dan memberikan jaminan kepada pemerintah untuk Public-Private Partnership (PPP) dalam proyek pembangunan infrastruktur.  

Kepastian pembiayaan merupakan kunci dari berjalannya pembangunan infrastruktur. Sebab, pembangunan infrastruktur merupakan proyek jangka panjang sehingga membutuhkan arus kas yang stabil dan dapat diprediksi. Muliaman mengatakan, berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) kebutuhan investasi di sektor infrastuktur di Indonesia sampai 2019 mencapai 419 miliar dolar AS. Total potensi pembiayaan dari perbankan, pasar modal, dan industri keuangan nonbank diperkirakan mencapai 39 miliar dolar AS atau berkontribusi sekitar 10 persen dari total kebutuhan investasi di sektor infrastruktur.

“Dengan kondisi tersebut, masih ada peluang yang terbuka lebar bagi industri keuangan islam untuk meningkatkan kontribusinya dalam pembiayaan infrastruktur,” ujar Muliaman.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement