EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah dinilai ribut sendiri dalam menggulirkan agenda penurunan harga pangan di momen Ramadhan dan Lebaran 2016. Hal tersebut tampak dari keinginan pemerintah yang terkesan memaksakan komoditas pangan tertentu berada di kisaran harga yang dinilai ideal. Padahal kenyataannya, pemerintah tidak memiliki instrumen pengendali harga pangan di pasar.
"Mengapa ribut-ribut membabi buta ingin bawang merah Rp 25 ribu? Sah-sah saja pedagang mau jual dagangannya dengan harga berapa," kata Ketua Asosiasi Bawang Merah Indonesia Ikhwan Arif kepada Republika.co.id, Selasa (7/6). Sebab pada kenyataannya pemerintah tak punya cukup kendali intervensi pasar.
Ketika saat ini harga bawang merah Rp 39-40 ribu per kilogram, kata dia, pedagang tidak mengambil untung yang terlalu tinggi. Petani dinilai masih mendapatkan harga beli yang wajar. Ia juga menekankan kembali soal penolakannya terhadap praktik impor yang dilakukan pemerintah. Impor menurutnya tidak akan menjamin harga bawang merah di pasar turun drastis sebagaimana upaya Operasi Pasar (OP) bawang merah yang tak memengaruhi pergerakan harga.
Petani bawang merah juga sepakat menjamin pasokan di pasar. Apalagi, kata dia, saat ini tengah ramai panen raya di sejumlah sentra produksi. Jadi, terlibat atau tidaknya Bulog dalam menyerap bawang merah dinilai tidak berpengaruh terhadap keberlanjutan usaha tani.
"Bulog bukan satu-satunya alat penyaluran kita, selama ini usaha tani berjalan dan kita siap melakukan transaksi di manapun dengan pedagang biasa," tuturnya. Ia bahkan mengaku Bulog sama sekali belum pernah melakukan koordinasi ataupun sosialisasi soal jalinan kerja sama penyerapan bawang.