Kamis 09 Jun 2016 02:16 WIB

JK Nilai Pemerintah Harus Realistis dengan Pertumbuhan Ekonomi

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Nur Aini
Jusuf Kalla
Jusuf Kalla

EKBIS.CO, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menilai penurunan target pertumbuhan ekonomi menjadi 5,1 persen yang disetujui pemerintah dan DPR telah sesuai dengan kondisi saat ini. Pemerintah, kata dia, harus realistis terhadap kondisi perekonomian yang ada.

"Memang dalam kondisi begini kita harus realistislah, bahwa semua negaralah sekarang tidak bisa membuat target terlalu tinggi karena itu 5,1 (persen) reasonable-lah menurut saya kita bisa capai dalam kondisi begini," kata JK di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (8/6).

Dengan diturunkannya target pertumbuhan ekonomi, ia pun optimistis pemerintah dapat mencapai targetnya. Menurut dia, penurunan target pertumbuhan ekonomi ini disebabkan oleh sejumlah faktor, diantaranya yakni ekspor dan perdagangan yang menurun, pembangunan infrastruktur lamban, serta permintaan pasar yang menurun.

"Pertama kan ekspor kita menurun, infrastruktur, begitu juga perdagangan dan lain-lainnya impor juga menurun artinya kegiatan industri akan pasti mengalami. Pasar juga lagi permintaan kita menurun artinya pajak juga menurun kalau begitu otomatis pembangunanya tidak sebaik apa yang kita rencanakan," kata dia.

Sebelumnya, pemerintah dan Komisi XI DPR RI menyetujui perubahan asumsi makro pertumbuhan ekonomi dalam RAPBNP 2016 dari sebelumnya 5,3 persen menjadi 5,1 persen yang lebih realistis dengan kondisi perekonomian terkini. Perubahan target pertumbuhan ekonomi ini merupakan salah satu hasil dari rapat kerja pemerintah dengan DPR.

Menurut Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, pertumbuhan ekonomi 2016 lebih realistis pada kisaran 5,1 persen dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian global yang masih melambat pada tahun ini. Selain itu, kondisi ini juga dipengaruhi oleh konsumsi rumah tangga yang diperkirakan tidak bisa tumbuh lebih dari lima persen akibat pelemahan daya beli masyarakat yang telah terlihat sejak awal tahun. Tak hanya itu, konsumsi pemerintah dinilainya terhambat oleh pemotongan belanja operasional non prioritas di kementerian dan lembaga.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement