Senin 22 Aug 2016 17:11 WIB

Harga Avtur RI Dinilai tak Bisa Dibandingkan dengan Negara Lain

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
Truk tangki berisi Avtur berada di dekat pesawat yang akan melakukan proses pengisian bahan bakar di Bandara Internasional Adi Soemarmo, Boyolali, Jawa Tengah, Selasa (30/6).
Foto: Antara/Aloysius Jarot Nugroho
Truk tangki berisi Avtur berada di dekat pesawat yang akan melakukan proses pengisian bahan bakar di Bandara Internasional Adi Soemarmo, Boyolali, Jawa Tengah, Selasa (30/6).

EKBIS.CO, JAKARTA -- Masyarakat diminta untuk tidak mudah terprovokasi opini yang kerap kali membandingkan harga avtur Pertamina dengan negara lain. Anggota Komisi VII DPR Inas Nasrullah Zubir menilai banyak komponen yang menyebabkan perbedaan harga tersebut.

“Tidak bisa dikomparasikan, karena kondisinya juga berbeda. Dari sisi geografis saja Indonesia jauh lebih sulit karena terdiri atas banyak pulau,” kata Inas dalam keterangan tertulisnya, Senin (22/8).

Menurut Inas, kondisi geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan dengan wilayah luas membuat biaya distribusi membengkak. Belum lagi, pengangkutan Avtur saat ini memang masih dilakukan melalui jalur laut yaitu dengan tanker. Hal ini berbeda dengan negara lain yang mempergunakan pipa sehingga bisa menekan harga.

Di berbagai negara , kata Inas, pada umumnya sebagian besar wilayah terdiri atas daratan termasuk Malaysia, Singapura, dan Amerika Serikat, yang sering dijadikan acuan orang untuk membandingkan harga Avtur Pertamina. Kondisi berbagai negara tersebut, kata Inas, jauh berbeda dengan Indonesia.

Di sisi lain, Inas juga meminta semua pihak mengerti jika Pertamina menerapkan harga Avtur yang berbeda antara satu bandara dengan bandara lain. Sebab, dilihat dari biaya tanker saja, tentu masing-masing tidak sama. “Jika ingin harga di bandara daerah disamakan dengan bandara di Jakarta, lantas siapa yang menanggung ongkos distribusinya?” kata Inas.

Anggota Komisi VII DPR lainnya, Hari Purnomo menilai Pertamina menanggung beban dan bahkan bisa jadi merugi di berbagai bandara di luar pulau. Alasannya, selain biaya distribusi yang sangat tinggi, juga karena omzet di bandara marjinal tersebut sangat kecil. “Seperti bisnis biasa. Kalau volume penjualan tinggi tentu menguntungkan, kalau volume kecil tentu merugi. Apalagi jika cost-nya tinggi,” kata Hari.

Dalam konteks tersebut, kata Hari, sudah wajar kalau akhirnya Pertamina melakukan subsidi silang. Artinya, keuntungan yang diperoleh dari bandara Soekarno Hatta yang memang memiliki omzet paling tinggi dipergunakan juga untuk menutup kerugian di berbagai bandara terpencil.  Dalam hal ini, kata Hari, Pertamina membebankan Soekarno Hatta untuk menutup biaya yang ditanggung bandara lain.

Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Ibrahim Hasyim mengatakan harga Avtur Pertamina sebenarnya lebih murah dibandingkan harga yang terpublikasikan. Sebab, Avtur diperdagangkan menurut norma bisnis sehingga harga yang di-publish sebagai harga ritel akan berbeda-beda setelah maskapai penerbangan membuat kontrak berlangganan dengan perusahaan minyak. “Perbedaan tersebut, kata dia, bisa sampai lima persen lebih murah, tergantung besarnya volume dan cara pembayaran,” kata Ibrahim.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement