EKBIS.CO, JAKARTA -- Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita mengisyaratkan bahwa gula rafinasi nantinya akan disalurkan ke pasar untuk kebutuhan masyarakat. Hal ini karena Enggar menilai ada gula rafinasi berlebih antara gula yang diserap dan dipakai oleh industri di dalam negeri.
Isyarat ini pun ditanggapi minor oleh asosiasi petani tebu rakyat Indonesia (APTRI). Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) APTRI Arum Sabil mengatakan, Kementerian Perdagangan setiap tahunnya memang terlalu banyak memberikan izin impor raw sugar. Kelebihan ini akhirnya 'bocor' ke pasar. Kebocoran ini ditakutkan bisa membuat gula tebu hasil pertanian dalam negeri bisa tergeser. "Pemerintah dengan izin ini bisa membunuh petani tebu," kata Arum Sabil saat berdiskusi di gedung DPD, Rabu (28/9).
Arum menjelaskan, dari data Kementerian Perindustrian (Kemenperin) diperoleh data bahwa jumlah kebutuhan gula rafinasi untuk industri mencapai 2,9 juta ton pada 2016, sedangkan gula konsumsi mencapai 2,8 juta ton. Artinya kebutuhan nasional pada tahun 2016 diperkirakan mencapai 5,7 juta ton gula.
Namun data ini disebut terlalu berlebihan dan tidak relevan. Arum menuturkan, pihaknya telah melakukan survei dan mendapatkan bahwa rata-rata penggunaan gula rafinasi untuk pendudukan Indonesia rata-rata sekitar 9 Kilogram (kg). Dengan jumlah penduduk Indonesia mencapai 255 juta jiwa, maka kebutuhan gula rafinasi untuk industri sekitar 2,295 juta ton.
Angka ini pun setara dengan gula yang digunakan rumah tangga dengan hitung-hitungan yang sama yakni 2,295 juta ton. Dengan total ini maka kebutuhan gula nasional mencapai 4,59 juta ton. "Sekarang dengan hitung-hitungan ini ada selisih sekitar 11 juta ton gula. Ini hanya untuk kepentingan impor saja," paparnya.
Arum menjelaskan, selama ini perusahaan gula yang berbahan baku tebu dan petani sebanyak 13 perusahaan sudah mampu memproduksi gula kristal putih dengan rata-rata per tahun mencapai 2,5 juta ton. Angka ini sebenarnya sudah hampir mencukupi kebutuhan gula rumah tangga.
Sementara terdapat 11 industri yang total melakukan impor raw sugar mencapai 3,5 juta ton untuk diolah menjadi gula rafinasi. Angka ini sangat besar dengan kebutuhan industri. Dengan angka impor yang terlalu besar maka kebocoran gula rafinasi ke pasar rakyat sangat mungkin terjadi.
"Data penggelembungan ini sudah ada memang. Ada kepentingan terselubung di situ. Kenapa tidak disesuaikan dengan kebutuhan di dalam negeri. Disinilah ruang permainannya," kata Arum.
Adanya kebocoran ini ditakutkan bisa membuat harga gula yang dihasilkan oleh petani bisa anjlok. Dengan anjloknya harga gula, maka akan banyak perusahaan yang menggandeng petani tebu gulung tikar karena sulit bersaing dengan perusahaan pengimpor gula yang tidak memiliki lahan tebu.