EKBIS.CO, JAKARTA -- Badan Wakaf Indonesia menilai ada beberapa kendala yang menjadi penyebab kurangnya penyaluran zakat dan wakaf melalui lembaga bersangkutan. Salah satu penyebabnya yakni kurangnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah sehingga lebih memilih cara tradisional untuk berzakat dan wakaf.
Wakil Ketua Badan Wakaf Indonesia Pusat Muhamad Nadratuzzaman menjelaskan, kendala pertama yakni dikarenakan masyarakat Indonesia masih banyak menggunakan cara-cara tradisional dalam membayar kewajibannya. Berdasarkan sejarahnya, zakat dari muzakki diberikan kepada Nabi Muhammad SAW untuk disalurkan kepada yang berhak.
Cara tersebut juga diikuti oleh masyarakat Indonesia dengan membayar zakat melalui ulama atau kiai. "Sebelum ada Baznas di pusat dan daerah, praktek bayar zakat itu kepada individual atau diwakilkan ulama. Kebiasaan ini sampai merdeka belum berubah, itu kendalanya," ujar Nadratuzzaman pada Republika, Ahad (30/10).
Selain itu, masih banyak masyarakat yang lebih memilih untuk memberikan secara langsung zakatnya dengan mengundang penerima zakat ke rumah mereka. Karena ada hubungan emosional antara penentu zakat (muzakki) dan penerima zakat (mustahik).
Kendala kedua, masyarakat masih tidak percaya kepada pemerintah dalam penyaluran zakat. Karena imej pemerintah selama ini banyak yang melakukan praktik korupsi, sehingga masih banyak masyarakat yang khawatir uang untuk zakat akan dikorupsi.
"Tapi jangan disamakan, kan Baznas lain ya. Tapi imejnya kalau pemerintah ikut mengelola pasti dikorupsi, nah ini masalah soal trust. Makanya memberikan langsung kepada kiai dan orang-orang secara pribadi masih berlangsung," tuturnya.
Ketiga, pemilik harta khususnya orang-orang kaya, masih belum ikhlas membayar zakat sebesar 2,50 persen dari jumlah harta yang mereka miliki. Karena semakin besar harta yang dimiliki maka akan semakin besar zakat yang harus dibayarkan sehingga mereka masih keberatan.
Oleh karena itu ia menilai, gerakan wakaf dan zakat perlu terus dikumandangkan, supaya orang-orang mau berzakat. Saat ini di Malaysia sudah ada nomor pokok wajib zakat, dan menurutnya Baznas tengah mengarah ke sana.
"Kita ketahui amil itu sebenarnya hak pemerintah melalui Baznas. Tapi karena ini masalah tradisional, perubahan transisinya ini yang perlu waktu. Jadi potensi zakat itu memang besar, banyak yang memberi langsung atau ke kiai," jelasnya.
Di sisi lain, sosialisasi kurang sehingga harus terus didorong. Kurangnya sosialisasi terlihat dari segala aspek, seperti pengetahuan dasar tentang zakat dan wakaf yang masih kurang. Khususnya wakaf, masih banyak masyarakat yang kurang mengerti mengenai amalan tersebut.
Nadratuzzaman menilai, dalam rangka Indonesia Sharia Economics Festival (ISEF) pada pekan lalu, pemerintah telah melihat bahwa ujung tombak ekonomi syariah di masa datang itu bagaimana mengembangkan zakat dan wakaf. Dengan kesadaran pemerintah ini menurutnya ke depan akan ada gerakan-gerakan dakwah sosialiasi ataupun aktivitas yang mengarah kepada bagaimana memanfaatkan dana zakat dan wakaf, serta bagaimana mengembangkannya. "Saya kira ini momen yang bagus, awal yang bagus yang perlu kita dorong bersama," katanya.