EKBIS.CO, JAKARTA -- Memasuki pekan kedua Desember 2016, penerimaan pajak menyentuh Rp 965 triliun. Angka ini didukung penerimaan pajak pada November sebesar Rp 93,8 triliun. Artinya, Hingga Desember awal ini penerimaan pajak sebesar 71 persen dari targetnya yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2016 sebesar Rp 1.355,2 triliun.
Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan Ditjen Pajak Kemenkeu Yon Arsal menjelaskan, penerimaan November lalu masih lebih tinggi dibandingkan penerimaan pajak pada November tahun lalu sebesar Rp 78,5 triliun. Meski naik tajam, ia menilai kenaikan kali ini masih normal.
"Sudah Rp 965 triliun, itu total (migas dan nonmigas) itu sudah 71 persen," ujar Yon, di Jakarta, Jumat (9/12).
Dia juga menyebut sejauh ini Pajak Pertambahan Nilai (PPN) masih tumbuh positif. Namun, ia masih belum bisa merincikan realisasi PPN bulan November 2016. Yon mengatakan, Desember ini penerimaan pajak dari PPN dipastikan akan melonjak menyusul adanya libur Natal dan tahun baru. Meski ada optimisme lonjakan penerimana pajak di akhir tahun, pemerintah meyakini masih ada kekurangan penerimaan pajak (shortfall) sebesar Rp 218 triliun. Untuk Ditjen Pajak sendiri shortfall sebesar Rp 215 triliun dan sisanya, Rp 3 triliun disumbang oleh bea dan cukai. "PPN sih masih tumbuh positif tapi memang engga banyak, belum bisa kita buka," katanya.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazar menyebutkan bahwa pajak menjadi tulang punggung bagi aktivitas perekonomian negara dalam jangka panjang. Pajak dinilai menjadi sumber belanja utama untuk pembangunan infrastruktur ke depannya. Untuk tahun 2017 mendatang, ujarnya, ketika penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang berasal dari sektor migas merosot, maka pajak menjadi tumpuan.
Apalagi, ruang pemindahan subsidi tepat sasaran sudah tidak selonggar pada 2014 dan 2015 lalu. Suahasil menilai, adanya reformasi perpajakan akan mampu meningkatkan realisasi penerimaan pajak sekaligus mampu memenuhi kebutuhan pembangunan infrastruktur yang telah direncanakan.
“Selama ini kami bisa menekan belanja subsidi khususnya subsidi energi untuk pembiayaan belanja infrastruktur. Tahun 2015 itu kita bisa menghemat belanja subsidi energi sampai Rp 100 triliun. Tapi tahun 2018 pasti kebutuhan infrastruktur naik, sementara penghematan dari belanja subsidi energi khususnya makin terbatas," ujarnya.