EKBIS.CO, TIMIKA -- Staf Khusus Presiden, Lenis Kogoya mengatakan bahwa masyarakat tujuh suku yang berada di wilayah sekitar konsesi PT Freeport Indonesia menginginkan adanya dialog segitiga antara pemerintah pusat, pihak Freeport, dan perwakilan tujuh suku.
"Masyarakat mau dialog segitiga antara pemerintah pusat, pihak Freeport dan masyarakat tujuh suku pemilih hak ulayat daerah konsesi yang diwakili masing-masing kepala suku," kata Lenis di Timika, Ahad (12/2).
Ia mengatakan permintaan tersebut diungkapkan masyarakat tujuh suku (Amungme, Kamoro, Dani, Damal, Nduga, Mee dan Moni) melalui masing-masing kepala suku pada pertemuan beberapa hari lalu. "Dalam dialog itu mereka ingin menyampaikan apa yang menjadi hak-hak ulayatnya dan melakukan hitung-hitungan kembali dengan pemerintah dan Freeport menuju 2021," tuturnya.
Secara khusus dalam dialog dimaksud, menurut Lenis, perwakilan tujuh suku juga akan membicarakan terkait tanggung jawab Freeport yang seharusnya diberikan kepada mereka sebagai pemilik hak ulayat wilayah konsensi. Termasuk pembinaan kembali Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK) yang di dalamnya juga terdapat lima suku yang lain. "Masyarakat menginginkan agar apa yang menjadi hak mereka itu yang seharusnya diberikan langsung kepada mereka dan tidak lagi harus dikelola oleh Freeport tetapi oleh masyarakat sendiri, jangan lepas kepala lalu pegang ekor," katanya. "Dari dana itu kan masyarakat bisa bangun rumah, membuka usaha dan termasuk mengurus pendidikan dan kesehatan sendiri," ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Lenis yang mengatasnamakan perwakilan tujuh suku menyampaikan terima kasih kepada Presiden Joko Widodo yang dengan resmi menyetujui perubahan status Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).